Pembahasan
Untuk
membahas analisa politik luar negeri lebih lanjut ada baiknya kita memahami bagaimana
pandangan realism tentang politik luar negeri. Awalnya mungkin ada pertanyaan
mengapa bisa pandangan realism dikaitkan dengan analisa politik luar negeri,
karena focus utama realism adalah bagaimana Negara menggunakan powernya untuk
mencapai kepentingan nasionalnya.
Manusia
pada hakikatnya adalah makhluk yang selfish (mementingkan diri sendiri). Negara
layaknya manusia, bertingkah laku mementingkan diri sendiri. Negara dimotivasi
oleh epentingan nasional. Mereka mengarahkan kebijakan luar negeri untuk meraih
kepentingan nasional
Realis
menganggap bahwa Negara adalah Unitary
Actor yang rasional mulai dari mengambil kebijakan, melindungi dan
mempertahankan kepentingan nasionalnya yang didefinisikan sebagai kekuasaan
sesuai dengan kemampuan dan keterbatasannya di dunia internasional. Disebut
sesuai dengan kemampuannya karena perilaku state dipengaruhi oleh keseluruhan
distribusi kekuasaan dalam system internasional, yang memiliki cakupan dan
aturan-aturannya sendiri (Holsti, 1983:97).
Ada
3 asumsi dasar dalam paradigm realism yaitu 3S: Statism, survival, self-help. Kaum realis beranggapan bahwa Negara
adalah satu-satunya actor tunggal dalam hubungan internasional dengan anggapan
bahwa Negara adalah actor yang rasional. Sitem dunia internasional yang anarki
memicu negara untuk bisa survive dalam persaingan. Negara tidak boleh percaya pada siapapun apakah itu Negara
lain atau organisasi internasional, tetapi harus menemukan cara sendiri,
terutama untuk meningkatkan kekuatan militernya. Struktur internasional tidak
mengizinkan adanya persahabatan, kepercayaan dan kehormatan, yang ada hanyalah
kondisi abadi ketidakpastian karena tiadanya pemerintahan yang global. Namun
perlu digaris bawahi yang dimaksud anarki disini bukan satu kondisi yang
menggambarkan keadaan benar-benar chaos
melainkan ketiadaan lembaga sentral diatas kedaulatan Negara yang mengatur
hubungan antar Negara.
Realism
juga beranggapan bahwa untuk menciptakan perdamaian itu ialah dengan memulai
perang. Karena ketika suatu Negara melihat adanya ancaman dari luar yang akan
membahayakan kedaulatannya maka otomatis Negara tersebut akan meningkatkan atau
paling tidak menyeimbangkan kekuatannya dengan Negara yang berpotensi mengancam
sehingga mucullah konsep yang dinamakan dengan security dilemma. Koeksistensi tersebut bisa dicapai melalui
keseimbangan kekuatan serta interaksi terbatas, tetapi pendirian Negara tetap
lebih untuk keuntungan dirinya sendiri daripada Negara lain. Security Dilemma lebih dominan terjadi
di Negara besar ketimbang Negara kecil, kerana peningkatan kekuatan militernya
akan selalu mendorong meningkatkan kekuatan Negara besar yang lain. Kemudian,
munculnya pemikiran dari kelompok-kelompok yang menyatakan bahwa untuk Struggle for Power, maka Negara harus
bertindak “agak” keras dan konflik itu merupakan realitas yang selalu ada dalam
hubungan internasional.
Dengan
melihat asumsi diatas, perlu diphahami bahwa Negara sebagai actor utama harus
menghadapi Negara lain seperti bola biliar yang sedang dimainkan diatas meja
bergerak dan bertabrakan satu sama lain (Eby Hara, 2011:37). Hal menarik dari
konsep ini adalah perasaan ketidakamanan bersama antarnegara dan ketiadaan
otoritas kekuatan politik yang disebut anarki di dunia internasional. Tindakan
Negara-negara karena itu didorong oleh keinginan untuk survive atau
mempertahankan diri dari ancaman keamanan yang terus menerus.
Negara mengambil kebijakan untuk untuk melindungi kepentingan nasional.
BalasHapusApahka internal negara' sendiri dlm pengambilan keputusan tdk memberikan keadilan pada rakyat diskriminasi terjadi . Apa tujuan negara melindungi rakyatnya di mana ?
Mana keadilan bangsa .
Negara Indonesia sendiri belum melakukan nilai " Pancasila itu dengan baik .
Mana keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia ? Sedangkan kami di Papua HAM terus di lakukan buat kami