Sabtu, 10 November 2012

ANALISA POLITIK LUAR NEGERI DALAM PANDANGAN REALIS


Pembahasan
Untuk membahas analisa politik luar negeri lebih lanjut ada baiknya kita memahami bagaimana pandangan realism tentang politik luar negeri. Awalnya mungkin ada pertanyaan mengapa bisa pandangan realism dikaitkan dengan analisa politik luar negeri, karena focus utama realism adalah bagaimana Negara menggunakan powernya untuk mencapai kepentingan nasionalnya.
Manusia pada hakikatnya adalah makhluk yang selfish (mementingkan diri sendiri). Negara layaknya manusia, bertingkah laku mementingkan diri sendiri. Negara dimotivasi oleh epentingan nasional. Mereka mengarahkan kebijakan luar negeri untuk meraih kepentingan nasional
Realis menganggap bahwa Negara adalah Unitary Actor yang rasional mulai dari mengambil kebijakan, melindungi dan mempertahankan kepentingan nasionalnya yang didefinisikan sebagai kekuasaan sesuai dengan kemampuan dan keterbatasannya di dunia internasional. Disebut sesuai dengan kemampuannya karena perilaku state dipengaruhi oleh keseluruhan distribusi kekuasaan dalam system internasional, yang memiliki cakupan dan aturan-aturannya sendiri (Holsti, 1983:97).
Ada 3 asumsi dasar dalam paradigm realism yaitu 3S: Statism, survival, self-help. Kaum realis beranggapan bahwa Negara adalah satu-satunya actor tunggal dalam hubungan internasional dengan anggapan bahwa Negara adalah actor yang rasional. Sitem dunia internasional yang anarki memicu negara untuk bisa survive dalam persaingan. Negara tidak  boleh percaya pada siapapun apakah itu Negara lain atau organisasi internasional, tetapi harus menemukan cara sendiri, terutama untuk meningkatkan kekuatan militernya. Struktur internasional tidak mengizinkan adanya persahabatan, kepercayaan dan kehormatan, yang ada hanyalah kondisi abadi ketidakpastian karena tiadanya pemerintahan yang global. Namun perlu digaris bawahi yang dimaksud anarki disini bukan satu kondisi yang menggambarkan keadaan benar-benar chaos melainkan ketiadaan lembaga sentral diatas kedaulatan Negara yang mengatur hubungan antar Negara.
Realism juga beranggapan bahwa untuk menciptakan perdamaian itu ialah dengan memulai perang. Karena ketika suatu Negara melihat adanya ancaman dari luar yang akan membahayakan kedaulatannya maka otomatis Negara tersebut akan meningkatkan atau paling tidak menyeimbangkan kekuatannya dengan Negara yang berpotensi mengancam sehingga mucullah konsep yang dinamakan dengan security dilemma. Koeksistensi tersebut bisa dicapai melalui keseimbangan kekuatan serta interaksi terbatas, tetapi pendirian Negara tetap lebih untuk keuntungan dirinya sendiri daripada Negara lain. Security Dilemma lebih dominan terjadi di Negara besar ketimbang Negara kecil, kerana peningkatan kekuatan militernya akan selalu mendorong meningkatkan kekuatan Negara besar yang lain. Kemudian, munculnya pemikiran dari kelompok-kelompok yang menyatakan bahwa untuk Struggle for Power, maka Negara harus bertindak “agak” keras dan konflik itu merupakan realitas yang selalu ada dalam hubungan internasional.
Dengan melihat asumsi diatas, perlu diphahami bahwa Negara sebagai actor utama harus menghadapi Negara lain seperti bola biliar yang sedang dimainkan diatas meja bergerak dan bertabrakan satu sama lain (Eby Hara, 2011:37). Hal menarik dari konsep ini adalah perasaan ketidakamanan bersama antarnegara dan ketiadaan otoritas kekuatan politik yang disebut anarki di dunia internasional. Tindakan Negara-negara karena itu didorong oleh keinginan untuk survive atau mempertahankan diri dari ancaman keamanan yang terus menerus. 

1 komentar:

  1. Negara mengambil kebijakan untuk untuk melindungi kepentingan nasional.

    Apahka internal negara' sendiri dlm pengambilan keputusan tdk memberikan keadilan pada rakyat diskriminasi terjadi . Apa tujuan negara melindungi rakyatnya di mana ?
    Mana keadilan bangsa .

    Negara Indonesia sendiri belum melakukan nilai " Pancasila itu dengan baik .
    Mana keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia ? Sedangkan kami di Papua HAM terus di lakukan buat kami

    BalasHapus