Pendahuluan
Tulisan ini membahas mengenai pengertian
dalam lingkup diplomasi. pemahaman
negosiasi sebagai bagian penting dari diplomasi yang sangat dinamis,
artinya Dapat menjelaskan dinamika negosiasi dalam upaya mencapai hasil akhir
(kesepakatan atau ketidak sepakatan) Negosiasi dapat diartikan secara umum
sebagai konsensual dari proses penawaran antara para pihak untuk mencapai suatu
kesepakatan tetang suatu sengketa atau sesuatu hal yang berpotensi menjadi sengketa.
Pembahasan
Agreement
and disagreement
Negosiasi diperlukan dalam kehidupan
manusia karena sifatnya yang begitu erat dengan filosofi kehidupan manusia
dimana setiap manusia memiliki sifat dasar untuk mempertahankan kepentingannya,
di satu sisi, manusia lain juga memiliki kepentingan yang akan tetap
dipertahankan, sehingga, terjadilah benturan kepentingan. Padahal, kedua pihak
tersebut memiliki suatu tujuan yang sama, yaitu memenuhi kepentingan dan
kebutuhannya. Apabila terjadi benturan kepentingan terhadap suatu hal, maka
timbul lah suatu sengketa. Dalam penyelesaian sengketa dikenal berbagai macam
cara, salah satunya negosiasi. Secara umum, tujuan dilakukannya negosiasi
adalah mendapatkan atau memenuhi kepentingan kita yang telah direncanakan sebelumnya
dimana hal yang diinginkan tersebut disediakan atau dimiliki oleh orang lain
sehingga kita memerlukan negosiasi untuk mendapatkan yang diinginkan.
Negosiasi muncul karena manusia mempunyai
kebutuhan-kebutuhan dalam hidupnya. Negosiasi merupakan cara untuk memperoleh
kebutuhan itu, dan dalam negosiasi, para pihak yang mampu bertahan adalah
mereka yang mampu menyesuaikan diri terhadap perbedaan kepentingan – yang
mungkin juga saling bertentangan. Menurut kamus Oxford, negosiasi adalah suatu
cara untuk mencapai suatu kesepakatan melalui diskusi formal.
Suatu negosiasi akan bermuara pada kesepakatan.
Dalam negosiasi manapun tidak ada pihak yang mau kalah – semua pihak ingin
menang. Karena semua pihak ingin untung, maka prinsip “win-win solution” harus menjadi
fokus utama dalam sebuah negosiasi. Negoisator tentu tidak hadir di meja negosiasi untuk kalah,
seperti juga lawan negosiasi. Kesepakatan negosiasi harus mampu memenuhi
kebutuhan semua pihak. Dasar untuk mencapai kesepakatan adalah semua pihak
harus untung – sehingga semua pihak “merasa menang”.
Perunding
yang baik harus membangun kerangka dasar yang penting tentang negosiasi yang
akan dilakukan, agar berhasil menjalankan tugasnya tersebut. Negosiasi adalah
cara untuk menetapkan keputusan yang dapat disepakati dan diterima beberapa
pihak dan menyetujui bagaimana tindakan yang akan dilakukan. Biasanya
menyangkut hal-hal dimasa depan atau sesuatu yang belum terjadi dan diinginkan.
Ujung dari negosiasi adalah poin kesepakatan yang diambil kedua belah pihak.
Kesepakatan
merupakan babak akhir proses negosiasi, dan para pihak tidak akan pernah bisa
mencapainya jika sejak awal tidak memiliki niat baik. Ketika tercapai
kesepakatan biasanya kedua belah pihak melakukan jabat tangan sebagai tanda
bahwa kesepakatan (deal of agreement) telah dicapai dan kedua belah pihak
memiliki komitmen untuk melaksanakannya. Yang perlu anda ketahui dalam
negosiasi tidak akan pernah tercapai kesepakatan kalau sejak awal masing masing
atau salah satu pihak tidak memiliki niat untuk mencapai kesepakatan. Sebenarnya
soal niat baik ini sulit diukur, tapi karena menangguk untung sebesar-besarnya
merupakan sifat dasar manusia, maka ketiadaan niat baik berpotensi menjebloskan
para pihak kedalam sikap mau menang sendiri. Sifat mau menang sendiri ini dapat
menutup mata pihak yang satu dalam memahami kepentingan pihak yang lain,
demikian sebaliknya.
Contohnya,
Dalam perundingan Camp David antara Mesir dan Israel, kedua belah pihak
bersikeras tak ingin memberikan konsesi teritorial terhadap semenanjung Sinai.
Mesir dan Israel menginginkan kekuasaan di wilayah itu. Setelah melakukan
negosiasi berhari-hari, para mediator perundingan menemukan bahwa meskipun
keduanya memiliki keinginan yang sama untuk menguasai semenanjung Sinai, tapi
Mesir dan Israel memiliki kebutuhan yg berbeda. Mesir menginginkan semenanjung
Sinai karena kebutuhan akan kedaulatan, sedangkan Israel menginginkan Sinai
karena kebutuhan jaminan keamanan. Kepekaan mengidentifikasi perbedaan
kebutuhan itu akhirnya menghasilkan kesepakatan untuk menciptakan zona
demiliterisasi yang berada di bawah naungan Mesir. Kedua negara itu puas karena
kesepakatan mereka telah memenuhi kebutuhan kedua belah pihak. Kesepakatan
secara “win-win solution” hanya dapat dicapai dengan cara memuaskan
kebutuhan semua pihak. Sebuah “keinginan” merujuk pada suatu posisi yang
diekspresikan oleh masing-masing pihak, sedangkan “kebutuhan” merujuk kepada
kepentingan mendasar para pihak – dan dalam negosiasi kita dapat
mengkompromikan keinginan tapi tak bisa mengorbankan kebutuhan (negosiator.com).
Negosiasi
tidak selalau berakhir dengan kesepakatan. Kedua belah pihak mungkin saja sepakat
untuk tidak sepakat. Yang penting, negosiasi melibatkan persuasi untuk
mencapai suatu maksud kompromi yang konstruktif. Melalui persuasi, negoisator mendorong
dan berusaha untuk meyakinkan pihak lain untuk menerima hal-hal yang ingin mereka
terima. Kompromi yang konstruktif artinya menyesuaikan posisi negosiator sebagai
tanggapan atas kurangnya keinginan pihak lain untuk menerima proposal atau
usulannya. Kompromi ini adalah kebalikan dari perundingan posisional, dimana
salah satu pihak dengan kerasnya mempertahankan suatu rangkaian posisi dan
menolak untuk berkompromi atau menyesuaikan disi sebagai tanggapan atas suatu
argumentasi atau ajakan yang persuasif.
Disisi lain J.G.Merrills menyatakan
bahwa salah satu penyebab munculnya sengketa antar negara adalah karena adanya
ketidaksepakatan para pihak mengenai fakta. Untuk menyelesaikan sengketa ini,
akan bergantung pada penguraian fakta-fakta para pihak yang tidak disepakati.
Untuk menyelesaikan sengketa tersebut, para pihak kemudian membentuk sebuah
badan yang bertugas untuk menyelidiki fakta-fakta yang terjadi di lapangan.
Fakta-fakta yang ditemukan ini kemudian dilaporakan kepada para pihak, sehingga
para pihak dapat menyelesaikan sengketa diantara mereka.
Untuk
menghindari dan menjawab kata “tidak” dari pihak lawan, ikuti empat langkah
berikut :
- Gunakan Metode Socrates. Asumsikan
bahwa jawaban “tidak” itu dengan maksud “belum saatnya”, terutama untuk
negosiasi awal. Dengan asumsi ini, maka Anda harus berfikir tidak ada kata
“ditolak” dalam setiap ide yang bakal Anda sampaikan. Konsep ini mungkin
seperti anak kecil yang sering meminta sesuatu ke Anda yang pasti anda
tidak bisa menerima kata-kata “tidak”. Nah bila Anda bisa memenangkan
negosiasi, Anda bakalan menjadi negosiator ulung.
- Gunakan Berbagai Perspektif. Orang
memang akan mengeluarkan kata-kata “tidak” bila dirasa keinginannya tidak
terpenuhi. Nah dari kalimat inilan Anda mungkin bisa menggali makna itu.
Jadi, kenalkan lebih dulu ide Anda sebaik mungkin, termasuk bagaimana
cemerlangnya ide-ide itu serta apa hasilnya bila diterapkan. Anda juga
bisa mengungkapkannya dengan banyak cara, mulai presentasi yang cermat,
serta mengambil hasil-hasil empirik dari ide-ide cemerlang itu. Yang
pasti, jadikanlah kata-kata“tidak” tadi menjadi “iya”.
- Pecahkan Masalah Bersamasama. Sekali
mereka Anda ada tandatanda tertarik, jangan siasiakan kesempatan itu.
Ajaklah terus secara bersamasama memecahkan persoalan tadi, bahkan kalau
perlu jangan segansegan mencari solusi terbaik tentang kemungkinan
diterimanya ideide itu. Dengan melakukan kerja sama serius, kemungkinan
ide itu akan diterima menjadi sangat besar.
- Kepung Lawan dengan Data Dan Fakta Akurat. Bila Anda
sudah berusaha dengan semaksimal mungkin tetapi tetap jawabannya “tidak”,
maka ada baiknya Anda memberikan ideide alternatif, yang barangkali lebih
pas dan cocok. Cara seperti ini, bukan berarti Anda gagal dalam
menyampaikan ide-ide tadi. Tapi, semua itu sudah membuktikan bawa Anda
ternyata tidak hanya terpaku dalam satu konsep saja. Dengan memberikan
alternatif, bisa saja diakomodasikan beberapa ide baru yang masuk. Jadi,
tidak ada istilah ide ditolak, yang penting negosiasi dulu.
Simpulan
Suatu
negosiasi akan bermuara pada kesepakatan. Dalam negosiasi manapun
tidak ada pihak yang mau kalah – semua pihak ingin menang. Karena semua pihak
ingin untung, maka prinsip “win-win
solution” harus menjadi fokus utama dalam sebuah negosiasi. Kesepakatan
merupakan babak akhir proses negosiasi, dan para pihak tidak akan pernah bisa
mencapainya jika sejak awal tidak memiliki niat baik. Ketika tercapai
kesepakatan biasanya kedua belah pihak melakukan jabat tangan sebagai tanda
bahwa kesepakatan (deal of agreement) telah dicapai dan kedua belah pihak
memiliki komitmen untuk melaksanakannya. Negosiasi tidak selalau berakhir
dengan kesepakatan. Kedua belah pihak mungkin saja sepakat untuk tidak sepakat. Yang penting, negosiasi melibatkan
persuasi untuk mencapai suatu maksud kompromi yang konstruktif. Melalui
persuasi, negosiator akan mendorong dan berusaha untuk meyakinkan pihak lain
untuk menerima hal-hal yang ingin mereka terima.
Referensi
Herb Cohen,
1986, Negosiasi, Jakarta, Pantja Simpati.
Hariwijaya,
2010, Strategi Lobi dan Negosiasi, Yogyakarta, Oriza
Tidak ada komentar:
Posting Komentar