Sabtu, 10 November 2012

KONSEP AGREEMENT, DAN DISAGREEMENT DALAM TEORI DIPLOMASI


Pendahuluan

Tulisan ini membahas mengenai pengertian dalam lingkup diplomasi. pemahaman  negosiasi sebagai bagian penting dari diplomasi yang sangat dinamis, artinya Dapat menjelaskan dinamika negosiasi dalam upaya mencapai hasil akhir (kesepakatan atau ketidak sepakatan) Negosiasi dapat diartikan secara umum sebagai konsensual dari proses penawaran antara para pihak untuk mencapai suatu kesepakatan tetang suatu sengketa atau sesuatu hal yang berpotensi menjadi sengketa.

Pembahasan

Agreement and disagreement

Negosiasi diperlukan dalam kehidupan manusia karena sifatnya yang begitu erat dengan filosofi kehidupan manusia dimana setiap manusia memiliki sifat dasar untuk mempertahankan kepentingannya, di satu sisi, manusia lain juga memiliki kepentingan yang akan tetap dipertahankan, sehingga, terjadilah benturan kepentingan. Padahal, kedua pihak tersebut memiliki suatu tujuan yang sama, yaitu memenuhi kepentingan dan kebutuhannya. Apabila terjadi benturan kepentingan terhadap suatu hal, maka timbul lah suatu sengketa. Dalam penyelesaian sengketa dikenal berbagai macam cara, salah satunya negosiasi. Secara umum, tujuan dilakukannya negosiasi adalah mendapatkan atau memenuhi kepentingan kita yang telah direncanakan sebelumnya dimana hal yang diinginkan tersebut disediakan atau dimiliki oleh orang lain sehingga kita memerlukan negosiasi untuk mendapatkan yang diinginkan.
Negosiasi muncul karena manusia mempunyai kebutuhan-kebutuhan dalam hidupnya. Negosiasi merupakan cara untuk memperoleh kebutuhan itu, dan dalam negosiasi, para pihak yang mampu bertahan adalah mereka yang mampu menyesuaikan diri terhadap perbedaan kepentingan – yang mungkin juga saling bertentangan. Menurut kamus Oxford, negosiasi adalah suatu cara untuk mencapai suatu kesepakatan melalui diskusi formal.
Suatu negosiasi akan bermuara pada kesepakatan. Dalam negosiasi manapun tidak ada pihak yang mau kalah – semua pihak ingin menang. Karena semua pihak ingin untung, maka prinsip “win-win solution” harus menjadi fokus utama dalam sebuah negosiasi. Negoisator  tentu tidak hadir di meja negosiasi untuk kalah, seperti juga lawan negosiasi. Kesepakatan negosiasi harus mampu memenuhi kebutuhan semua pihak. Dasar untuk mencapai kesepakatan adalah semua pihak harus untung – sehingga semua pihak “merasa menang”.
Perunding yang baik harus membangun kerangka dasar yang penting tentang negosiasi yang akan dilakukan, agar berhasil menjalankan tugasnya tersebut. Negosiasi adalah cara untuk menetapkan keputusan yang dapat disepakati dan diterima beberapa pihak dan menyetujui bagaimana tindakan yang akan dilakukan. Biasanya menyangkut hal-hal dimasa depan atau sesuatu yang belum terjadi dan diinginkan. Ujung dari negosiasi adalah poin kesepakatan yang diambil kedua belah pihak.
Kesepakatan merupakan babak akhir proses negosiasi, dan para pihak tidak akan pernah bisa mencapainya jika sejak awal tidak memiliki niat baik. Ketika tercapai kesepakatan biasanya kedua belah pihak melakukan jabat tangan sebagai tanda bahwa kesepakatan (deal of agreement) telah dicapai dan kedua belah pihak memiliki komitmen untuk melaksanakannya. Yang perlu anda ketahui dalam negosiasi tidak akan pernah tercapai kesepakatan kalau sejak awal masing masing atau salah satu pihak tidak memiliki niat untuk mencapai kesepakatan. Sebenarnya soal niat baik ini sulit diukur, tapi karena menangguk untung sebesar-besarnya merupakan sifat dasar manusia, maka ketiadaan niat baik berpotensi menjebloskan para pihak kedalam sikap mau menang sendiri. Sifat mau menang sendiri ini dapat menutup mata pihak yang satu dalam memahami kepentingan pihak yang lain, demikian sebaliknya.
Contohnya, Dalam perundingan Camp David antara Mesir dan Israel, kedua belah pihak bersikeras tak ingin memberikan konsesi teritorial terhadap semenanjung Sinai. Mesir dan Israel menginginkan kekuasaan di wilayah itu. Setelah melakukan negosiasi berhari-hari, para mediator perundingan menemukan bahwa meskipun keduanya memiliki keinginan yang sama untuk menguasai semenanjung Sinai, tapi Mesir dan Israel memiliki kebutuhan yg berbeda. Mesir menginginkan semenanjung Sinai karena kebutuhan akan kedaulatan, sedangkan Israel menginginkan Sinai karena kebutuhan jaminan keamanan. Kepekaan mengidentifikasi perbedaan kebutuhan itu akhirnya menghasilkan kesepakatan untuk menciptakan zona demiliterisasi yang berada di bawah naungan Mesir. Kedua negara itu puas karena kesepakatan mereka telah memenuhi kebutuhan kedua belah pihak. Kesepakatan secara “win-win solution” hanya dapat dicapai dengan cara memuaskan kebutuhan semua pihak. Sebuah “keinginan” merujuk pada suatu posisi yang diekspresikan oleh masing-masing pihak, sedangkan “kebutuhan” merujuk kepada kepentingan mendasar para pihak – dan dalam negosiasi kita dapat mengkompromikan keinginan tapi tak bisa mengorbankan kebutuhan (negosiator.com).

Negosiasi tidak selalau berakhir dengan kesepakatan. Kedua belah pihak mungkin saja sepakat untuk tidak sepakat. Yang penting, negosiasi melibatkan persuasi untuk mencapai suatu maksud kompromi yang konstruktif. Melalui persuasi, negoisator mendorong dan berusaha untuk meyakinkan pihak lain untuk menerima hal-hal yang ingin mereka terima. Kompromi yang konstruktif artinya menyesuaikan posisi negosiator sebagai tanggapan atas kurangnya keinginan pihak lain untuk menerima proposal atau usulannya. Kompromi ini adalah kebalikan dari perundingan posisional, dimana salah satu pihak dengan kerasnya mempertahankan suatu rangkaian posisi dan menolak untuk berkompromi atau menyesuaikan disi sebagai tanggapan atas suatu argumentasi atau ajakan yang persuasif.
Disisi lain J.G.Merrills menyatakan bahwa salah satu penyebab munculnya sengketa antar negara adalah karena adanya ketidaksepakatan para pihak mengenai fakta. Untuk menyelesaikan sengketa ini, akan bergantung pada penguraian fakta-fakta para pihak yang tidak disepakati. Untuk menyelesaikan sengketa tersebut, para pihak kemudian membentuk sebuah badan yang bertugas untuk menyelidiki fakta-fakta yang terjadi di lapangan. Fakta-fakta yang ditemukan ini kemudian dilaporakan kepada para pihak, sehingga para pihak dapat menyelesaikan sengketa diantara mereka.
Untuk menghindari dan menjawab kata “tidak” dari pihak lawan, ikuti empat langkah berikut :
  1. Gunakan Metode Socrates. Asumsikan bahwa jawaban “tidak” itu dengan maksud “belum saatnya”, terutama untuk negosiasi awal. Dengan asumsi ini, maka Anda harus berfikir tidak ada kata “ditolak” dalam setiap ide yang bakal Anda sampaikan. Konsep ini mungkin seperti anak kecil yang sering meminta sesuatu ke Anda yang pasti anda tidak bisa menerima kata-kata “tidak”. Nah bila Anda bisa memenangkan negosiasi, Anda bakalan menjadi negosiator ulung.

  1. Gunakan Berbagai Perspektif. Orang memang akan mengeluarkan kata-kata “tidak” bila dirasa keinginannya tidak terpenuhi. Nah dari kalimat inilan Anda mungkin bisa menggali makna itu. Jadi, kenalkan lebih dulu ide Anda sebaik mungkin, termasuk bagaimana cemerlangnya ide-ide itu serta apa hasilnya bila diterapkan. Anda juga bisa mengungkapkannya dengan banyak cara, mulai presentasi yang cermat, serta mengambil hasil-hasil empirik dari ide-ide cemerlang itu. Yang pasti, jadikanlah kata-kata“tidak” tadi menjadi “iya”.

  1. Pecahkan Masalah Bersamasama. Sekali mereka Anda ada tandatanda tertarik, jangan siasiakan kesempatan itu. Ajaklah terus secara bersamasama memecahkan persoalan tadi, bahkan kalau perlu jangan segansegan mencari solusi terbaik tentang kemungkinan diterimanya ideide itu. Dengan melakukan kerja sama serius, kemungkinan ide itu akan diterima menjadi sangat besar.

  1. Kepung Lawan dengan Data Dan Fakta Akurat. Bila Anda sudah berusaha dengan semaksimal mungkin tetapi tetap jawabannya “tidak”, maka ada baiknya Anda memberikan ideide alternatif, yang barangkali lebih pas dan cocok. Cara seperti ini, bukan berarti Anda gagal dalam menyampaikan ide-ide tadi. Tapi, semua itu sudah membuktikan bawa Anda ternyata tidak hanya terpaku dalam satu konsep saja. Dengan memberikan alternatif, bisa saja diakomodasikan beberapa ide baru yang masuk. Jadi, tidak ada istilah ide ditolak, yang penting negosiasi dulu.

Simpulan 

Suatu negosiasi akan bermuara pada kesepakatan. Dalam negosiasi manapun tidak ada pihak yang mau kalah – semua pihak ingin menang. Karena semua pihak ingin untung, maka prinsip “win-win solution” harus menjadi fokus utama dalam sebuah negosiasi. Kesepakatan merupakan babak akhir proses negosiasi, dan para pihak tidak akan pernah bisa mencapainya jika sejak awal tidak memiliki niat baik. Ketika tercapai kesepakatan biasanya kedua belah pihak melakukan jabat tangan sebagai tanda bahwa kesepakatan (deal of agreement) telah dicapai dan kedua belah pihak memiliki komitmen untuk melaksanakannya. Negosiasi tidak selalau berakhir dengan kesepakatan. Kedua belah pihak mungkin saja sepakat untuk tidak sepakat. Yang penting, negosiasi melibatkan persuasi untuk mencapai suatu maksud kompromi yang konstruktif. Melalui persuasi, negosiator akan mendorong dan berusaha untuk meyakinkan pihak lain untuk menerima hal-hal yang ingin mereka terima.

Referensi

Herb Cohen, 1986, Negosiasi, Jakarta, Pantja Simpati.

Hariwijaya, 2010, Strategi Lobi dan Negosiasi, Yogyakarta, Oriza




Tidak ada komentar:

Posting Komentar