Foreign Policy Organization
Pendahuluan
Organisasi ternyata memiliki kekuatan
dan andil dalam pembuatan kebijakan luar
negeri dan juga faktor yang melingkupinya. Artinya organisasi juga memiliki
kemampuan untuk menjelaskan dinamika
politik luar negeri sebagai sebuah proses tawar menawar antar kekuatan politik baik dalam negeri
maupun luar negeri. Dan tulisan ini akan
membahas tentang pengaruh organisasi dalam memberikan pengaruhnya dalam
pembuataan kebijakan luar negeri.
Pembahasan
Foregin
policy organization
Barston, mendefinisikan kebijakan luar negeri sebagai
kebijakan komprehensif ditujukan pada satu negara atau komunitas internasional
untuk mencapai tujuan nasional yang disebut dan aksi telah diwujudkan. Paul R.
Viotti dan Mark V. Kauppy mendefinisikannya sebagai keputusan dan perilaku yang
ditempuh oleh negara-negara dalam interaksinya dengan negara lain atau dalam
organisasi internasional. Politik luar negeri yang spesifik dilaksanakan oleh
suatu negara sebagai inisiatif atau reaksi inisiatif yang dilakukan oleh negara
lain. Kebijakan luar negeri mencakup proses dinamis dari penerapan pemaknaan
kepentingan nasional yang relatif tetap terhadap faktor situasional yang sangat
fluktuatif di lingkungan internasional dengan maksud untuk mengembangkan suatu
cara tindakan yang diikuti oleh upaya untuk mencapai pelaksanaan diplomasi
sesuai dengan panduan kebijaksanaan yang telah ditetapkan. Sedangkan, George Modelski menilai kebijakan luar negeri
adalah sistem aktivitas yang dikembangkan oleh komunitas-komunitas untuk
mengubah perilaku negara lain dan untuk menyesuaikan aktivitasnya dengan
lingkungan internasional.
Berdasarkan pendapat Barston, Viotti dan Kauppy, dan
Modelski dapat ditarik sebuah definisi bahwa kebijakan luar negeri adalah suatu
keputusan politik yang dihasilkan dalam sistem politik suatu negara untuk
merespon situasi internasional dalam kaitan hubungan negara itu dengan aktor
internasional lain demi mencapai tujuan dan kepentingan nasional negara.
Sementara itu definisi organisasi
internasional dari beberapa ahli seperti Daniel S. Cheever dan H. Field
Haviland Jr ,adalah Pengaturan bentuk kerja sama internasional yang melembaga
antara negara-negara, umumnya berlandaskan suatu persetujuan dasar, unutk
melaksanakan fungsi-fungsi yang memberi manfaat timbal-balik yang
diejawantahkan melalui pertemuan-pertemuan dan kegiatan-kegiatan staf secara
berkala, sedangkan May Rudy , mengatakan
organisasi internasional adalah “Pola kerja sama yang melintasi
batas-batas negara, dengan didasari struktur organisasi yang jelas dan lengkap
serta diharapkan atau diproyeksikan untuk berlangsung serta melaksanakan
fungsinya secara berkesinambungan dan melembaga guna mengusahakan tercapainya
tujuan-tujuan yang diperlukan serta disepakati bersama, baik antara pemerintah
dan pemerintah, maupun antara sesama kelompok non-pemerintah dari negara-negara
yang berbeda.”
Tetapi Clive Archer, secara tegas
membedakan antara peran dan fungsi organisasi internasional. Peran organisasi
internasional menurutnya adalah,
a.
Instrumen
(alat/sarana), yaitu untuk mencapai kesepakatan, menekan intensitas konflik,
dan menyelaraskan tindakan.
b.
Arena
(forum/wadah), yaitu untuk berhimpun berkonsultasi dan memprakarsai pembuatan
keputusan secara bersama-sama atau perumusan perjanjian-perjanjian
internasional (convention, treaty, protocol, agreement, dan lain-lain).
c.
Pelaku
(aktor), bahwa organisasi internasional juga bisa merupakan aktor yang
autonomous dan bertindak dalam kapasitasnya sendiri sebagai organisasi
internasional dan bukan lagi sekedar pelaksanaan kepentingan
anggota-anggotanya.
Selanjutnya,
fungsi organisasi internasional menurut Archer, yaitu sebagai berikut:
- Artikulasi
dan agregasi kepentingan nasional negara-negara anggota,
- Menghasilkan
norma-norma (rejim),
- Rekrutmen,
- Sosialisasi,
- Pembuatan
keputusan (role making),
- Penerapan
keputusan (role application),
- Penilaian/penyelarasan
keputusan (rule adjunction),
- Tempat
memperoleh informasi,
- Operasionalisasi,
misalnya pelayanan teknis, penyediaan bantuan, dan lain-lain.
Foreign policy assessment
Berdasarkan pendapat Barston, Viotti dan Kauppy, dan
Modelski dapat ditarik sebuah definisi bahwa kebijakan luar negeri adalah suatu
keputusan politik yang dihasilkan dalam sistem politik suatu negara untuk
merespon situasi internasional dalam kaitan hubungan negara itu dengan aktor
internasional lain demi mencapai tujuan dan kepentingan nasional negara.
Berdasarkan definisi tersebut politik luar negeri dapat
dipahami secara sederhana sebagai suatu tindakan yang dilakukan oleh negara
yang dapat berupa suatu kebijakan maupun perilaku yang merefleksikan
kepentingan nasional suatu negara terhadap negara lain dalam politik
internasional. Politik luar negeri ini tidak secara langsung dikeluarkan oleh
suatu negara dalam setiap kondisi, melainkan politik luar negeri dikeluarkan
oleh suatu negara ketika negara tersebut dalam hal-hal tertentu, seperti contoh
ketika suatu negara merasa bahwa kepentingannya terancam atau dengan kata lain
politik luar negeri dikeluarkan sebagai respon atas ancaman terhadap kepentingan
nasional.
Dalam mengeluarkan
kebijakan luar negeri, hal ini tidak berlangsung seketika itu juga melainkan
harus dirumuskan secara matang dan seksama melalui suatu tahapan yang dinamakan
sebagai decision making process. Decision making process ini
diperngaruhi oleh dua elemen yaitu elemen internal maupun eksternal. Yang
termasuk elemen internal adalah individu, grup, birokrasi, dan sistem nasional
sedangkan yang termasuk elemen eksternal adalah sistem global yang menaungi
negara-negara di dunia. Pertama adalah variabel individu atau ideosinkretik.
Hal ini berkaitan dengan aktor yang mengeluarkan politik luar negeri suatu
negara, apakah itu seorang menteri luar negeri ataukah seorang presiden maupun
perdana menteri. Menurut Coulumbis dan Wolfe, variabel ini berkaitan dengan
persepsi, image dan karakteristik pribadi si decision-maker dalam
merumuskan politik luar negeri. Lebih lanjut Couloumbis
dan Wolfe menambahkan bahwa variabel ini cukup berpengaruh pada negara-negara
yang cenderung ototriter dibandingkan dengan negara yang demokratis. Hal ini
terkait dengan asumsi bahwa dalam negara yang otoriter pemegang kekuasaan
tertinggi terletak di tangan penguasa (apakah itu presiden atau perdana
menteri), sehingga pembuatan kebijakan sepenuhnya diserahkan kepada penguasa
tadi. Berbeda dengan negara demokratis yang cenderung melibatkan elemen-elemen
lain seperti perwakilan masyarakat, interest group, dll.
Kesimpulan
Politik luar negeri merupakan suatu kebijakan, sikap,
dan langkah – langkah yang dilakukan oleh suatu Negara dalam melakukan
hubungan luar negerinya dengan Negara lain, baik dengan organisasi
internasional, dan subjek hukum internasional lainnya, dengan tujuan untuk
mencapai kepentingan Negara yang melakukan politik luar negeri tersebut. Organisasi
internasional merupakan bentuk kerja sama internasional yang melembaga antara
negara-negara, umumnya berlandaskan suatu persetujuan dasar, unutk melaksanakan
fungsi-fungsi yang memberi manfaat timbal-balik yang diejawantahkan melalui
pertemuan-pertemuan dan kegiatan-kegiatan staf secara berkala
Dan organisasi
internasional dapat mempengaruhi setiap pembuatan kebijakan luar negeri di
suatu negara yaitu dengan cara Sebagai instrumen dari kebijakan luar negeri
negara-negara anggota, Untuk mengatur perilaku dan tindakan negara-negara
anggota, Bertindak berdasar keputusannya sebagai aktor/lembaga yang mandiri
(otonom).
Referensi
S. L. Roy . Diplomasi . jakarta . rajawali press : 1991
Barston. R. P. 1988. Modern
Diplomacy.London and New York: Longman.
Paul R. Viotti dan Mark V.
Kaupp.1999. International Theory: Realism, Pluralism, Globalism and Beyond, Third Edition. Boston: Allyn and
Bacon
Anak Agung Banyu Perwita & Yanyan Mochamad Yani.
2005. Pengantar Ilmu Hubungan Internasional. Bandung: PT Remaja Rosda Karya,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar