Sabtu, 10 November 2012

FOREIGN POLICY ORGANIZATION


Foreign Policy Organization

Pendahuluan
Organisasi ternyata memiliki kekuatan dan andil dalam  pembuatan kebijakan luar negeri dan juga faktor yang melingkupinya. Artinya organisasi juga memiliki kemampuan untuk  menjelaskan dinamika politik luar negeri sebagai sebuah proses tawar menawar  antar kekuatan politik baik dalam negeri maupun  luar negeri. Dan tulisan ini akan membahas tentang pengaruh organisasi dalam memberikan pengaruhnya dalam pembuataan kebijakan luar negeri.

Pembahasan

Foregin policy organization
Barston, mendefinisikan kebijakan luar negeri sebagai kebijakan komprehensif ditujukan pada satu negara atau komunitas internasional untuk mencapai tujuan nasional yang disebut dan aksi telah diwujudkan. Paul R. Viotti dan Mark V. Kauppy mendefinisikannya sebagai keputusan dan perilaku yang ditempuh oleh negara-negara dalam interaksinya dengan negara lain atau dalam organisasi internasional. Politik luar negeri yang spesifik dilaksanakan oleh suatu negara sebagai inisiatif atau reaksi inisiatif yang dilakukan oleh negara lain. Kebijakan luar negeri mencakup proses dinamis dari penerapan pemaknaan kepentingan nasional yang relatif tetap terhadap faktor situasional yang sangat fluktuatif di lingkungan internasional dengan maksud untuk mengembangkan suatu cara tindakan yang diikuti oleh upaya untuk mencapai pelaksanaan diplomasi sesuai dengan panduan kebijaksanaan yang telah ditetapkan. Sedangkan, George Modelski menilai kebijakan luar negeri adalah sistem aktivitas yang dikembangkan oleh komunitas-komunitas untuk mengubah perilaku negara lain dan untuk menyesuaikan aktivitasnya dengan lingkungan internasional.
Berdasarkan pendapat Barston, Viotti dan Kauppy, dan Modelski dapat ditarik sebuah definisi bahwa kebijakan luar negeri adalah suatu keputusan politik yang dihasilkan dalam sistem politik suatu negara untuk merespon situasi internasional dalam kaitan hubungan negara itu dengan aktor internasional lain demi mencapai tujuan dan kepentingan nasional negara.
Sementara itu definisi organisasi internasional dari beberapa ahli seperti Daniel S. Cheever dan H. Field Haviland Jr ,adalah Pengaturan bentuk kerja sama internasional yang melembaga antara negara-negara, umumnya berlandaskan suatu persetujuan dasar, unutk melaksanakan fungsi-fungsi yang memberi manfaat timbal-balik yang diejawantahkan melalui pertemuan-pertemuan dan kegiatan-kegiatan staf secara berkala, sedangkan May Rudy , mengatakan  organisasi internasional adalah “Pola kerja sama yang melintasi batas-batas negara, dengan didasari struktur organisasi yang jelas dan lengkap serta diharapkan atau diproyeksikan untuk berlangsung serta melaksanakan fungsinya secara berkesinambungan dan melembaga guna mengusahakan tercapainya tujuan-tujuan yang diperlukan serta disepakati bersama, baik antara pemerintah dan pemerintah, maupun antara sesama kelompok non-pemerintah dari negara-negara yang berbeda.”
Tetapi Clive Archer, secara tegas membedakan antara peran dan fungsi organisasi internasional. Peran organisasi internasional menurutnya adalah,
a.       Instrumen (alat/sarana), yaitu untuk mencapai kesepakatan, menekan intensitas konflik, dan menyelaraskan tindakan.
b.      Arena (forum/wadah), yaitu untuk berhimpun berkonsultasi dan memprakarsai pembuatan keputusan secara bersama-sama atau perumusan perjanjian-perjanjian internasional (convention, treaty, protocol, agreement, dan lain-lain).
c.       Pelaku (aktor), bahwa organisasi internasional juga bisa merupakan aktor yang autonomous dan bertindak dalam kapasitasnya sendiri sebagai organisasi internasional dan bukan lagi sekedar pelaksanaan kepentingan anggota-anggotanya.

Selanjutnya, fungsi organisasi internasional menurut Archer, yaitu sebagai berikut:
  1. Artikulasi dan agregasi kepentingan nasional negara-negara anggota,
  2. Menghasilkan norma-norma (rejim),
  3. Rekrutmen,
  4. Sosialisasi,
  5. Pembuatan keputusan (role making),
  6. Penerapan keputusan (role application),
  7. Penilaian/penyelarasan keputusan (rule adjunction),
  8. Tempat memperoleh informasi,
  9. Operasionalisasi, misalnya pelayanan teknis, penyediaan bantuan, dan lain-lain.

Foreign policy assessment
Berdasarkan pendapat Barston, Viotti dan Kauppy, dan Modelski dapat ditarik sebuah definisi bahwa kebijakan luar negeri adalah suatu keputusan politik yang dihasilkan dalam sistem politik suatu negara untuk merespon situasi internasional dalam kaitan hubungan negara itu dengan aktor internasional lain demi mencapai tujuan dan kepentingan nasional negara.
Berdasarkan definisi tersebut politik luar negeri dapat dipahami secara sederhana sebagai suatu tindakan yang dilakukan oleh negara yang dapat berupa suatu kebijakan maupun perilaku yang merefleksikan kepentingan nasional suatu negara terhadap negara lain dalam politik internasional. Politik luar negeri ini tidak secara langsung dikeluarkan oleh suatu negara dalam setiap kondisi, melainkan politik luar negeri dikeluarkan oleh suatu negara ketika negara tersebut dalam hal-hal tertentu, seperti contoh ketika suatu negara merasa bahwa kepentingannya terancam atau dengan kata lain politik luar negeri dikeluarkan sebagai respon atas ancaman terhadap kepentingan nasional.
 Dalam mengeluarkan kebijakan luar negeri, hal ini tidak berlangsung seketika itu juga melainkan harus dirumuskan secara matang dan seksama melalui suatu tahapan yang dinamakan sebagai decision making process. Decision making process ini diperngaruhi oleh dua elemen yaitu elemen internal maupun eksternal. Yang termasuk elemen internal adalah individu, grup, birokrasi, dan sistem nasional sedangkan yang termasuk elemen eksternal adalah sistem global yang menaungi negara-negara di dunia. Pertama adalah variabel individu atau ideosinkretik. Hal ini berkaitan dengan aktor yang mengeluarkan politik luar negeri suatu negara, apakah itu seorang menteri luar negeri ataukah seorang presiden maupun perdana menteri. Menurut Coulumbis dan Wolfe, variabel ini berkaitan dengan persepsi, image dan karakteristik pribadi si decision-maker dalam merumuskan politik luar negeri. Lebih lanjut Couloumbis dan Wolfe menambahkan bahwa variabel ini cukup berpengaruh pada negara-negara yang cenderung ototriter dibandingkan dengan negara yang demokratis. Hal ini terkait dengan asumsi bahwa dalam negara yang otoriter pemegang kekuasaan tertinggi terletak di tangan penguasa (apakah itu presiden atau perdana menteri), sehingga pembuatan kebijakan sepenuhnya diserahkan kepada penguasa tadi. Berbeda dengan negara demokratis yang cenderung melibatkan elemen-elemen lain seperti perwakilan masyarakat, interest group, dll.

Kesimpulan
Politik luar negeri merupakan suatu kebijakan, sikap, dan langkah – langkah yang dilakukan oleh  suatu Negara dalam melakukan hubungan luar negerinya dengan Negara lain, baik dengan organisasi internasional, dan subjek hukum internasional lainnya, dengan tujuan untuk mencapai kepentingan Negara yang melakukan politik luar negeri tersebut. Organisasi internasional merupakan bentuk kerja sama internasional yang melembaga antara negara-negara, umumnya berlandaskan suatu persetujuan dasar, unutk melaksanakan fungsi-fungsi yang memberi manfaat timbal-balik yang diejawantahkan melalui pertemuan-pertemuan dan kegiatan-kegiatan staf secara berkala
Dan organisasi internasional dapat mempengaruhi setiap pembuatan kebijakan luar negeri di suatu negara yaitu dengan cara Sebagai instrumen dari kebijakan luar negeri negara-negara anggota, Untuk mengatur perilaku dan tindakan negara-negara anggota, Bertindak berdasar keputusannya sebagai aktor/lembaga yang mandiri (otonom).

Referensi
S. L. Roy . Diplomasi . jakarta . rajawali press : 1991
Barston. R. P. 1988. Modern Diplomacy.London and New York: Longman.

Paul R. Viotti dan Mark V. Kaupp.1999. International Theory: Realism, Pluralism, Globalism and  Beyond, Third Edition. Boston: Allyn and Bacon

Anak Agung Banyu Perwita & Yanyan Mochamad Yani. 2005. Pengantar Ilmu Hubungan Internasional. Bandung: PT Remaja Rosda Karya,



Tidak ada komentar:

Posting Komentar