Selasa, 27 November 2012

TEKNIK DIPLOMASI


Teknik Diplomasi
Pendahuluan
Dalam melakukan hubungan diplomasi, dan agar diplomasi yang di lakukan berhasil, maka seorang negosiator harus mengetahui teknik dan gaya diplomasi yang tepat. Untuk itu, seorang negosiator harus bisa menganalisis dan membedakan mengenai teknik diplomasi dan juga gaya diplomasi. Artinya negosiator harus bisa menempatkan kapan waktunya menggunakan teknik diplomasi dan gaya diplomasi yang tepat dalam berdiplomasi.

Pembahasan

New Techniques in diplomacy
Teknik diplomasi yang baru dalam diplomasi adalah menekankan adanya keterbukaan. Bicara mengenai diplomasi, berarti membicarakan tentang national interest, bagaimana mendapatkan kepentingan nasional dengan meningkatkan soft power dan hard power. Maka dari itu, pemerintah sebuah negara membuat apa yang disebut kebijakan luar negeri, seperti:
·         Pengaruh lingkungan internal
·         Pengaruh lingkungan eksternal
·         Soft diplomacy
·         Hard diplomacy
Meningkatnya peran aktor transnasional menjadi sangat besar dalam perkembangan diplomasi modern. Dampak perkembangan teknologi terhadap diplomasi sangat besar, sistem baru memudahkan para aktor melakukan pertukaran informasi. Munculnya isu-isu baru merupakan hal wajar karena dunia sedang megalami globalisasi. Isu-isu global harus dapat dikuasai oleh para diplomat agar dalam mendapatkan kepetingan negaranya lebih mudah. Isu-isu di dunia tidak dapat dihalangi oleh batas-batas kenegaraan, dan pada akhirnya, peranan media massa secara nasional maupun internasional semakin nyata.

            Salah satu teknik diplomasi yang baru adalah “gunboat diplomacy”. Diplomacy kapal perang yang dilakukan Amerika untuk membuat agar negara-negara Amerika Tengah dan Amerika Latin tidak menentang politik Amerika, khususnya dalam ambisinya memperoleh wilayah yang mereka anggap sebagai “American destiny.” Sampai sekarang teknik diplomasi ini masih dijalankan AS dengan sarana-sarana modern berupa armada kapal induk yang beroperasi dan berpatroli di seluruh samudra. Ketika ketegangan antara Cina dengan Taiwan meningkat dengan Cina melakukan latihan militer di Selat Taiwan (lihat diplomasi peluru kendali), maka AS segera mengirimkan kapal induknya ke sana sebagai deterrence yang ditujukan untuk meredam keinginan Cina untuk menyerbu Taiwan.

 Begitu pula kalau ada kawasan lain yang bergejolak, misalnya di perairan Teluk Persia, maka AS segera akan mengirimkan armada kapal induknya mendekati wilayah tersebut. Dengan kehadiran armada yang berkekuatan tempur sampai 12 kapal dan 100 pesawat tempur termasuk mempunyai kemampuan darurat berupa perang nuklir, gunboat diplomacy ini diharapkan mempunyai efek menakut-nakuti alias deterrence. Penggunaan kapal tidak terbatas hanya yang tampak di permukaan, tetapi juga manuver kapal selam yang pada masa Perang Dingin sering dilakukan oleh Uni Soviet.

Teknik diplomasi baru seperti itu pada saat ini sangat di gencar di kembangkan mengingat kebutuhan negara terhadap faktor ekonomi dan militer. Sehingga teknik teknik baru seperti gunboat diplomacy gencar dikembangkan oleh negara negara, khususnya negara besar seperti amerika.

Diplomacy style and method 
Dalam perkembangannya, gaya diplomasi telah mengalami perubahan besar dalam pengaplikasiannya. artinya bahwa diplomasi modern secara konvensional menganut dasar kompetisionistik dan transparent. Kompetisionistik artinya bahwa setiap bangsa dianggap mempunyai keinginan bahkan nyaris merupakan keharusan untuk pamer tentang keunggulan-keunggulan tertentu yang dimilikinya, sehingga pada gilirannya citra bangsa yang bersangkutan dapat memperoleh kehormatan yang tinggi.

Gaya diplomasi modern telah Terjadi perubahan “trend” negara-negara untuk mendapatkan kepentingan nasionalnya dengan cara soft diplomacy bukan dengan cara hard diplomacy lagi, meskipun dalam beberapa peristiwa ada yang menggunakan hard diplomacy. Hal ini disebakan oleh semakin berpengaruhnya pihak transnational actor dan perkembangan teknologi yang semakin pesat. Permasalahan HAM menjadi sangat krusial di abad 21. Bagaimana negara-negara berdiplomasi menggunakan isu-isu HAM untuk mendapatkan kepentingan nasionalnya.

Simpulan
            Teknik diplomasi di era modern mengalami perubahan yang signifikan dari segi tujuan. Bicara mengenai diplomasi, berarti membicarakan tentang national interest, bagaimana mendapatkan kepentingan nasional dengan meningkatkan soft power dan hard power.  Hal itu di karnakan Meningkatnya peran aktor transnasional menjadi sangat besar dalam perkembangan diplomasi modern. Begitu juga, gaya diplomasi telah mengalami perubahan besar dalam pengaplikasiannya. artinya bahwa diplomasi modern secara konvensional menganut dasar kompetisionistik dan transparent.

Referensi

Barston, R.P (1997). Diplomasi Modern. 2 edisi. Inggris, Addison Wesley Longman
Roy, S.L., 1991, Diplomasi, Rajawali Pers, Jakarta.

Kamis, 22 November 2012

SEJARAH HUBUNGAN INTERNASIONAL


A.       Sejarah Hubungan Internasional
Sejarah hubungan internasional sering dianggap berawal dari Perdamaian Westphalia pada 1648 ketika sistem negara modern dikembangkan. Sebelumnya, organisasi-organisasi otoritas politik abad pertengahan Eropa didasarkan pada tatanan hirarkis yang tidak jelas. Westphalia membentuk konsep legal tentang kedaulatan, yang pada dasarnya berarti bahwa para penguasa, atau kedaulatan-kedaulatan yang sah tidak akan mengakui pihak-pihak lain yang memiliki kedudukan yang sama secara internal dalam batas-batas kedaulatan wilayah yang sama.
Otoritas Yunani dan Roma kuno kadang-kadang mirip dengan sistem Westphalia, tetapi keduanya tidak memiliki gagasan kedaulatan yang memadai Westphalia mendukung bangkitnya negara-bangsa (nation-state), institusionalisasi terhadap diplomasi dan tentara. Sistem yang berasal dari Eropa ini diekspor ke Amerika, Afrika, dan Asia, lewat kolonialisme, dan “standar-standar peradaban”. Sistem internasional kontemporer akhirnya dibentuk lewat dekolonisasi selama Perang Dingin. Namun, sistem ini agak terlalu disederhanakan. Sementara sistem negara-bangsa dianggap “modern”, banyak negara tidak masuk ke dalam sistem tersebut dan disebut sebagai “pra-modern”. Lebih lanjut, beberapa telah melampaui sistem negara-bangsa dan dapat dianggap “pasca-modern”. “Level-level analisis” adalah cara untuk mengamati sistem internasional, yang mencakup level individual, negara-bangsa domestik sebagai suatu unik, level internasional yang terdiri atas persoalan-persoalan transnasional dan internasional level global.
B.     Tingkat Analisis
Sebagai sebuah disiplin ilmu, ilmu Hubungan Internasional dituntut untuk mampu mendeskripsikan, menjelaskan dan meramalkan fenomena internasional yang terjadi. Untuk mampu melakukan hal-hal tersebut, ilmuwan HI dituntut untuk mampu memberikan analisa yang tajam dan tepat, dimana salah satu kunci keberhasilannya adalah ketepatan menentukan tingkat analisa (level of analysis) yang akan digunakan dalam memahami fenomena sosial yang terjadi.
Ada beberapa alasan mengapa penentuan tingkat analisa penting dalam mempelajari fenomena HI yaitu:
1. . Pertama: satu peristiwa dapat saja memiliki lebih dari satu faktor penyebab, seperti dari perilaku Pemimpin, karakteristik suatu negara, perilaku kelompokdan hubungannya dengan negara lain dalam ruang lingkup regional.
2. Kedua: kerangka berpikir membantu memilah-milah faktor yang akan menjadi penekanan utama di dalam penganalisaan masalah. Karena tidak semua tingkat analisa penting atau memiliki pengaruh signifikan di dalam sebuah peristiwa.
3. Ketiga: untuk meminimalisir kemungkinan terjadinya kesalahan metodologis yang disebut sebagai, 1) fallacy of composition, yaitu kesalahan berasumsi bahwa generalisasi tentang perilaku “bagian” bisa juga dipakai untuk menjelaskan “keseluruhan”, dan; 2) ecological fallacy, yaitu kesalahan akibat memakai generalisasi yang ditarik pada tingkat “keseluruhan” untuk menjelaskan tingkat “bagian”.
4. Keempat: membantu memilah-milah mana dampak dari suatu factor tertentu terhadap suatu fenomena dan dampak pada sekumpulan factor lainnya terhadap fenomena itu. Kemudian membandingkan kedua dampak tersebut sehingga untuk fenomena yang sama kita dapat memperoleh beberapa penjelasan yang altern

A.     Unit Analisis
Unit analisis ialah aktor yang memiliki kohesivitas dan kemampuan untuk bertindak dalam system Hubungan internasional. Unit/ aktor analisis mengacu pada aktor yang dapat terdiri dari berbagai Negara-bangsa, organisasi, perusahaan transnasional dan bahkan sekumpulan individu yang terorganisasi dalam sebuah unit. 


REFERENSI
Perwita, Anak Agung Banyu dan Yani, Yanyan Mochammad, Pengantar Ilmu Hubungan Internasional. PT.Remaja Rosdakarya,2005:Bandung

POWER AND DIPLOMACY


Power and Diplomasi : Reflections on power and diplomacy
Pendahuluan
Diplomasi dan power merupakan dua konsep yang tidak dapat dipisahkan. Kedua konsep tersebut saling mendukung satu sama lain. Diplomasi yang merupakan bagian dari konsep yang dapat dikaitkan dengan politik mempunyai kaitannya yang erat bahkan dapat memengaruhi hasil dan tujuan yang hendak dicapai melalui diplomasi. Tulisan ini akan memaparkan refleksi power (kekuasaan) dan diplomasi yang banyak memberikan pengaruh terhadap perkembangan diplomasi pada saat ini.
Pembahasan
Kata Power berasal dari bahasa inggris yang berarti kekuatan,dan dalam ilmu politik Power bisa dikatakan sebagai kekuasaan. Menguraikan konsep kekuasaan politik kita perlu melihat pada kedua elemennya, yakni kekuasaan dari akar kata kuasa dan politik yang berasal dari bahasa Yunani Politeia (berarti kiat memimpin kota (polis). Kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau suatu kelompok untuk memengaruhi perilaku seseorang atau kelompok lain, sesuai dengan keinginan para pelaku.Para sarjana ilmu politik beranggapan bahwa kekuasaan politik adalah semua kegiatan yang menyangkut masalah memperebutkan dan mempertahankan kekuasaan. Biasanya dianggap bahwa perjuangan kekuasaan (power struggle) ini mempunyai tujuan yang menyangkut kepentingan seluruh masyarakat.
Efektifitas diplomasi suatu negara ditentukan oleh kekuatan yang dimilikinya. Semakin besar kekuatan yang dimiliki maka semakin mudah bagi negara tersebut memperoleh keinginannya melalui proses negosiasi. Sebaliknya, negara yang memiliki kekuatan yang lemah akan kesulitan melakukan negosiasi bahkan mengalami suatu ketergantungan terhadap negara lain. Kekuatan suatu negara mencakup, kekuatan ekonomi, militer dan stabilitas politik. Kekuatan yang dimiliki suatu negara akan menentukan besarnya pengaruh negara tersebut dalam sistem internasional.
Diplomasi juga mempunyai pengaruh terhadap kekuatan suatu negara. Melalui diplomasi negara-negara dapat melakukan kerjasama ekonomi dan perdagangan untuk meningkatkan kekuatan ekonominya. Diplomasi juga digunakan untuk membentuk kekuatan militer yang kuat. Kerjasama pertahanan-keamanan, pembentukan aliansi dan upaya mengisolasi ancaman secara kolektif dapat dilakukan melalui proses diplomasi. Stabilitas politik dalam negeri suatu negara juga tak luput dari pengaruh diplomasi.  Pencapaian kepentingan nasional melaui diplomasi akan menghasilkan pemerintahan yang solid dan kesejahteraan masyarakat.
Negara yang memiliki kekuatan dan pengaruh dalam perekonomian memiliki posisi tawar (bergaining position) yang kuat dalam pertarungan diplomasi global. Kebijakan-kebijakan luar negeri negara dengan perekonomian yang kuat  mudahnya dipatuhi oleh negara-negara lain. Sebaliknya negara yang perekonomiannya lemah akan mengalami ketergantungan terhadap negara ekonomi maju dan kebijakan-kebijakannya diintervensi negara kuat.
Kekuatan lainnya yang tidak kalah vital adalah militer. Dengan kekuatan ekonomi yang begitu kuat maka  kekuatan militer suatu negara juga akan berkembang. Teknologi militer yang maju dan modern sering kali menjadi alat untuk intimidasi bagi suatu negara untuk mencapai kepentingan nasionalnya (national interest). Pemanfaatan penguasaan teknologi militer untuk mengintimidasi suatu negara dilakukan demi menjaga kepentingan nasional suatu negara.
Bidang militer sangat mempengaruhi diplomasi karena memiliki kekuatan militer yang tangguh akan menambah rasa percaya diri, sehingga bisa mengabaikan ancaman-ancaman dan tekanan lawan yang dapat mengganggu kepentingan nasionalnya. Kekuatan militer diperlihatkan dalam parade militer di hari-hari nasional untuk menggertak dan memperingatkan negara-negara lawan sehingga perang dapat dihindarkan. Dalam diplomasi perang adalah pilihan terakhir sehingga pertarungan kekuatan militer secara langsung jarang terjadi.
Stabilitas suatu negara menjadi kekuatan dalam proses diplomasi. Stabilitas politik internal mendukung proses perumusan dan pencapaian kebijakan politik luar negeri. Henry Kissinger menyebutkan “foreign policy begins when domectic policy ends”.  Negara yang menganut sistem politik demokrasi akan memberi kebebasan pada masyarakat untuk  melakukan aktifitasnya, mulai dari berpolitik, berdagang dan lain-lain tanpa campur tangan negara. Semua lapisan masyarakat diberi kebebasan dalam mengeluarkan pendapatnya. Kondisi seperti ini akan mendukung stabilitas pada negara yang menganut sistem demokrasi. Sebaliknya, stabilitas pada negara yang menggunakan sistem otoriter bergantung pada kemampuan negara untuk mengendalikan rakyat dan pers. Disisi lain diplomasi merupakan salah satu cara untuk menciptakan stabilitas internal suatu negara. Pemenuhan kepentingan nasional akan menciptakan kesejahteraan dan keamanan dalam negeri.
Simpulan
kekuasaan politik adalah semua kegiatan yang menyangkut masalah memperebutkan dan mempertahankan kekuasaan. Biasanya dianggap bahwa perjuangan kekuasaan (power struggle) ini mempunyai tujuan yang menyangkut kepentingan seluruh masyarakat. Hubungannya dengan diplomasi ialah, kekuasaan (power) diperlukan dalam melaksanakan fungsi diplomasi baik dengan melibatkan instrumen diplomasi maupun dengan tidak melibatkan instrumen diplomasi. Disisi lain untuk memperoleh hasil yang diinginkan melalui proses diplomasi suatu negara harus memiliki kekuatan yang besar sehingga memiliki posisi tawar yang strategis. Kekuatan suatu negara mencakup, kekuatan ekonomi, militer dan stabilitas politik. Kekuatan yang dimiliki suatu negara akan menentukan besarnya pengaruh negara tersebut dalam sistem internasional.
Referensi
Budiardjo, Miriam. Pengantar ilmu politik. Ed. Revisi 2008 (Jakarta ; PT. Gramedia Utama).
K.J. Holsti. International Politics.Prentice-Hall. 1983
Hermawan, P Yulius. Transformasi dalam Studi Hubungan Internasional : Aktor, Isu dan Metodologi.  Bandung:  Graha Ilmu Bandung. 2007.
Perwita, Banyu.  Pengantar Ilmu Hubungan Internasional. Bandung:  Rosda Karya.  2005.
S. L. Roy. 1991. Diplomasi. Jakarta : Rajawalipress.


Minggu, 18 November 2012

My Brother Inauguration's

my litle sister, my litle broth, and me
my lovely family
me and my family

hai hai haiiiii..
its been a long time i didnt write anything to post here.. hmmm dont worry i have something to share wid ya guys. do u see that pict? yap that pict is about my liltle brother inauguration to be Muda Praja at IPDN Jatinangor. we are proud of him.. im glad that know he can pass all of the test to get in there..
my family and i always pray that he can finish his study and get what Farhan want to..
oya, i forgot something, i should tell ya what his name, okeee my broth name is Ibnu Farhan, our age difference is 2 years.. im elder in 3 siblings...
hmmm that women in pink cloths is my great mom and beside her is my lil sister and that men at extreme right is my super dad...
hmmm that is a little story about my sweet family..
see ya in the next post
babye...

With Love
Farah Diba

Jumat, 16 November 2012

PERJANJIAN INTERNASIONAL : KRITERIA DAN MACAM-MACAM OUTCOME NEGOSIASI


Perjanjian Internasional : Kriteria dan Macam-macam outcome negosiasi
Pendahuluan
Analisis dari proses dan mekanisme dari perjanjian internasional akan dapat menjelaskan bahwa kesepakatan internasional merupakan salah satu hasil dari sebuah negosiasi. Dan kesepakatan terbsebut tendiri dari beberapa istilah yang sebelumnya telah disepakati di kancah internasional. Perjanjian internasional pada hakekatnya merupakan suatu tujuan atau agreement. Bentuk perjanjian internasional yang dilakukan antar bangsa maupun antar organisasi internasional ini tidak harus berbentuk tertulis.
Pembahasan
Perjanjian internasional adalah perjanjian diadakan oleh subjek-subjek hukum internasional dan bertujuan untuk melahirkan akibat-akibat hukum tertentu. Atau dapat dikatakan sebagai Hubungan kerjasama yang dilakukan oleh dua atau lebih negara merdeka dan berdaulat untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Contoh perjanjian internasional adalah perjanjian yang dibuat oleh negara dengan negara lain, negara dengan organisasi internasional, organisasi internasional dengan organisasi internasional lain. Pada dasarnya, perjanjian internasional merupakan hasil dari sebuah negosiasi. Artinya, negosiasi yang dilakukan oleh dua negara akan membentuk suatu kesepakatan, yang jika kesepakatan tersebut di gunakan secara berulang ulang dalam kancah internasional maka pada akhirnya akan terbentuk perjanjian internasional.
Tujuan-tujuan dari dibentuknya perjanjian internasional antara lain yaitu Untuk mencukupi kebutuhan masyarakat masing-masing negara. Selain itu, perjanjian internasional juga dapat mencegah atau menghindari konflik yang mungkin terjadi. Disisi lain, perjanjian internasional dapat di gunakan sebagai alat untuk memperoleh pengakuan sebagai negara merdeka. Dan yang terpenting adalah Untuk mempererat hubungan antar negara di berbagai bidang
Kerjasama internasional secara hukum diwujudkan dalam bentuk perjanjian internasional, yaitu negara-negara dalam melaksanakan hubungan atau kerjasamanya membuat perjanjian internasional. Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, disimpulkan bahwa perjanjian internasional adalah perjanjian yang dilakukan oleh subjek-subjek hukum internasional dan mempunyai tujuan untuk melahirkan akibat-akibat hukum tertentu.Perjanjian internasional pada hakekatnya merupakan suatu tujuan atau agreement. Bentuk perjanjian internasional yang dilakukan antar bangsa maupun antarorganisasi internasional ini tidak harus berbentuk tertulis. Dalam perjanjian internasional ini ada hukum yang mengatur perjanjian tersebut. Dalam perjanjian internasional terdapat istilah subjek dan obyek. Yang dimaksud subjek perjanjian internasional adalah semua subjek hukum internasional, terutama negara dan organisasi internasional. Sedangkan yang dimaksud dengan obyek hukum internasional adalah semua kepentingan yang menyangkut kehidupan masyarakat internasional, terutama kepentingan ekonomi, sosial, politik, dan budaya.

Secara umum, tahap dalam pembentukan perjanjian internasional meliputi tiga tahap yaitu yaitu tahap perundingan, tahap penandatanganan, dan tahap ratifikasi. Perundingan (Negotiation) merupakan suatu penjajakan atau pembicaraan pendahuluan oleh masing-masing pihak yang berkepentingan. Dalam perundingan internasional ini negara dapat diwakili oleh pejabat negara dengan membawa surat kuasa penuh (full powers/credentials), kecuali apabila dari semula peserta perundingan sudah menentukan bahwa full power tidak diperlukan. Pejabat negara yang dapat mewakili negaranya dalam suatu perundingan tanpa membawa full power adalah kepala negara, kepala pemerintahan (perdana menteri), menteri luar negeri, dan duta besar. Keempat pejabat tersebut dianggap sudah sah mewakili negaranya karena jabatan yang disandangnya.
Selanjutnya Tahap penandatanganan merupakan proses lebih lanjut dari tahap perundingan. Tahap ini diakhiri dengan penerimaan naskah (adoption of the text) dan pengesahan bunyi naskah (authentication of the text). Penerimaan naskah (adoption of the text) yaitu tindakan perwakilan negara dalam perundingan internasional untuk menerima isi dari perjanjian nasional. Dalam perjanjian bilateral, kedua perwakilan negara harus menyetujui penerimaan naskah perjanjian. Sedangkan dalam perjanjian multilateral, bila diatur secara khusus dalam isi perjanjian, maka berlaku ketentuan menurut konferensi Vienna tahun 1968 mengenai hukum internasional. Penerimaan naskah ini dapat dilakukan apabila disetujui sekurang-kurangnya dua pertiga peserta konferensi.
Dan yang terakhir adalah Pengesahan atau ratifikasi adalah persetujuan terhadap rencana perjanjian internasional agar menjadi suatu perjanjian yang berlaku bagi masing-masing negara tersebut. Pengesahan perjanjian internasional oleh pemerintah dilakukan sepanjang dipersyaratkan oleh perjanjian internasional tersebut. Pengesahan suatu perjanjian internasional dilakukan berdasarkan ketetapan yang telah disepakati oleh para pihak.
Seperti yang telah di sebutkan di atas bahwa negosiasi menghasilkan perjanjian internasional dalam lingkup internasional, oleh karena itu Kedudukan perjanjian internasional juga dianggap sangat penting karena selain perjanjian internasional lebih menjamin kepastian hukum, perjanjian internasional diadakan secara tertulis, dan juga karena perjanjian internasional mengatur masalah-masalah kepentingan bersama diantara para subjek hukum internasional dalam perjanjian internasional dikenal beberapa istilah. Istilah-istilah tersebut diantaranya adalah sebagai berikut.

  1. Traktat (treaty), adalah perjanjian yang paling formal yang merupakan persetujuan dari dua negara atau lebih. Perjanjian ini menitikberatkan pada bidang politik dan bidang ekonomi.
  2. Konvensi (convention), adalah persetujuan formal yang bersifat multilateral, dan tidak berkaitan dengan kebijaksanaan tingkat tinggi (high policy).
  3. Deklarasi (declaration),adalah perjanjian internasional yang berbentuk traktat, dan dokumen tidak resmi.
  4. Charter, adalah suatu istilah yang dipakai dalam perjanjian internasional untuk pendirian badan yang melakukan fungsi administratif.
  5. Pakta (pact), adalah suatu istilah yang menunjukkan suatu persetujuan yang lebih khusus (Pakta Warsawa).
  6. Protokol (protocol), adalah suatu dokumen pelengkap instrumen perjanjian internasional, yang mengatur masalah-masalah tambahan seperti penafsiran klausul-klausul tertentu.
  7. Persetujuan (Agreement), adalah perjanjian yang bersifat teknis dan administratif. Sifat agreement tidak seresmi traktat atau konvensi, sehingga diratifikasi.
  8. Perikatan (arrangement) adalah suatu istilah yang dipakai untuk masalah transaksi-transaksi yang bersifat sementara. Sifat perikatan tidak seresmi traktat dan konvensi.
  9. Ketentuan penutup (final Act), adalah suatu ringkasan hasil konvensi yang menyebutkan negara peserta, nama utusan yang turut diundang, serta masalah yang disetujui konvensi.
  10. Ketentuan umum (general act), adalah traktat yang bisa bersifat resmi maupun tidak resmi.

Simpulan
Perjanjian internasional merupakan kesepakatan yang di buat oleh dua negara sebagai hasil dari sebuah negosiasi. Tujuan utama di adakanya perjanjian internasional adalah Untuk mempererat hubungan antar negara di berbagai bidang. Secara umum, tahap di bentuknya, tahap dalam pembentukan perjanjian internasional meliputi tiga tahap yaitu yaitu tahap perundingan, tahap penandatanganan, dan tahap ratifikasi. Perjanjian internasional pada hakekatnya merupakan suatu tujuan atau agreement. Bentuk perjanjian internasional yang dilakukan antar bangsa maupun antarorganisasi internasional ini tidak harus berbentuk tertulis. Dalam perjanjian internasional ini ada hukum yang mengatur perjanjian tersebut.

Referensi
R.P. Barston, Modern Diplomacy, Longman, Second Edition, 1997
J.G. Starke, cq. Introduction to International Law, Butterworth & Co., Tenth Edition, 1989

DIPLOMASI KEAMANAN DAN EKONOMI


Pendahuluan
Tulisan kali ini akan membahas, apa yang dimaksud dengan diplomasi keamanan serta ekonomi, dan juga akan dibahas bagaiman tujuan dari kedua diplomasi tersebut. Tulisan ini dibuat berdasaekan literature yang relevan dengan bahasan paper saya berikut. Dalam menganalisis praktek diplomasi, kita sebagai penstudi HI di tuntut untuk dapat memilah dan membedakan mengenai pelaksanaan diplomasi dibidang keamanan dan perdagangan. Artinya kita harus bisa membedakan mengenai diplomasi yang mempunyai pengaruh dalam keamanan, begitu juga masalah perdagangan. Karena pada dasarnya diplomasi dapat di gunakan sebagai alat untuk mencapai kesepakatan perdagangan maupun keamanan. Dan tulisan ini akan membahasa mengenai hubungan antara diplomasi dengan perdagangan juga diplomasi dengan keamanan.
Diplomasi and trade
Menurut Holsti, setiap negara dalam menjalankan politik luar negerinya dapat menggunakan beberapa sarana seperti diplomasi, propaganda, militer dan ekonomi demi mencapai tujuan nasionalnya. Terkait dengan masalah ekonomi tentu sangat erat hubungannya diplomasi sebagai alat untuk mencapai kesepkatan perdagangan.
Berkeanaan dengan perdagangan, sejak dulu masalah perdagangan merupakan concern diplomasi. Kebijakan dan kepentingan perdagangan dan kepentingan perdagangan merupakan salah satu perhatian dari suatu negara. Idealnya kebijakansanaan perdagangan dan kebijakan luar negeri saling mendukung namun tidak jarang kedua hal tersebut saling bertolak belakang. Hal tersebut tergantung pada permintaan atau tekanan yang muncul dari dalam negeri terkait dengan kepentingan perdagangan negara tersebut.
Namun hal tersebut tidak menutup kemungkinan bahwa kebijakan perdagangan perdagangan menjadi ujung tombak diplomasi suatu negara.  Terkait dengan hal ini perdagangan di gunakan untuk mendukung atau mencapai target yang diinginkan namun tidak sepenuhnya di dasarkan pada perhitungan ekonomi namun juga berdasarkan pada kepentingan politik atau kepentingan keamanan. Dalam konteks tersebut, politik mengunakan perdagangan sebagai cara membagun goodwil, mempromosikan kerjasama regional, meraih pengaruh politik atau aset strategi (misalnya basis atau wilayah) yang dimiliki negara lain melalui tindakan sanksi yang bersifat memaksa (coercion) dan berbagai bentuk sanksi lainnya.
Dalam perdagangan internasional fungsi klasik diplomasi meliputi :
1.      Melakukan misi dagang (promosi perdagangan)
2.      Melakukan perjanjian multilateral atau merubah perjanjian
3.      Meraih keuntungan politis atau menciptakan legal framework dalam kerangka bilateral atau regional
4.      Melakukan langkah langkah inovatif dalam perjanjian dengan multilateral
5.      Mengunakan coercive diplomasi
Sebagai tambahan, Di dalam bukunya yang berjudul modern diplomacy, R. P. Barston juga menyatakan tertanya pengaruh kekuatan birokrasi di dalam proses pembentukan perjanjian multilateral . birokrasi memiliki peran yang dapat mempengaruhi kebijakan negara yang di negosiasikan pada tingkat nasional, kemudian tingkat multilateral.
Diplomasi and security
Diplomasi sering di sebut sebagai “the frist line of defence” yang dapat di artikan bahwa diplomasi adalah garis pertama dalam sebuah pertahan. Hal tersebut tentu terkait bahwa masalah keamanan yang sering menimbulkan konfliktual dapat di antisipasi dengan diplomasi. Dengan dilakukannya diplomasi, maka akan terjadi perundingan sehingga hal hal yang menuju kepada tindakan konfliktual dapat di hindari.

Dua pendapat terakhir tentang keamanan nasional jelas menegaskan kembali bahwa betapa ancaman keamanan nasional bukan hanya dari dalam namun juga dari luar harus menjadi perhatian actor-aktor keamanan. Dalam prakteknya upaya yang dilakukan oleh negara untuk memberikan rasa aman bagi seluruh komponen bangsa banyak pekerjaan yang harus dilakukan.
DIPLOMASI KEAMANAN
Diplomasi untuk tujuan keamanan secara luas baik dibidang militer maupun non militer
      Membangun kesefahaman untuk keamanan bilateral maupun regional (ARF)
      Kerjasama bidang hukum (Interpol, anti narkoba dll)
      Kerjasama anti terorisme
Menggunakan militer sebagai sarana diplomasi
      Membangun aliansi militer (NATO dll)
      Menyertai pasukan perdamaian
      Memberi bantuan militer /kerjasama militer (latihan bersama)
      Mengancam untuk menggunakan militer
Simpulan 
      Dalam menganalisis fungsi diplomasi, kita hurus bisa membedakan mengenai pelaksanan atau implementasinya terhadap masalah perdangan dan kemanan. Karena diplomasi sebagai alat perdagangan dan keamanan pada dasarnya merupakan sebuah cara agar tujuan dari keduanya dapat tercapai.  Tentunya diplomasi tersebut dilakukan agar misi keamanan dan perdagangan suatu negara dapat tercapai.
Referensi
R.P. Barston, Modern Diplomacy, Longman Group UK Limited, London, 1988
K.J. Holsti, International Politics: A Framework for Analysis, Prentice-Hall, Ltd., New Delhi, 1978
Sir Ernest Satow, Satow’s Guide to Diplomatic Practice, 5th Edition, Longman Publishing Group, New York, 1979

Sabtu, 10 November 2012

FOREIGN POLICY ORGANIZATION


Foreign Policy Organization

Pendahuluan
Organisasi ternyata memiliki kekuatan dan andil dalam  pembuatan kebijakan luar negeri dan juga faktor yang melingkupinya. Artinya organisasi juga memiliki kemampuan untuk  menjelaskan dinamika politik luar negeri sebagai sebuah proses tawar menawar  antar kekuatan politik baik dalam negeri maupun  luar negeri. Dan tulisan ini akan membahas tentang pengaruh organisasi dalam memberikan pengaruhnya dalam pembuataan kebijakan luar negeri.

Pembahasan

Foregin policy organization
Barston, mendefinisikan kebijakan luar negeri sebagai kebijakan komprehensif ditujukan pada satu negara atau komunitas internasional untuk mencapai tujuan nasional yang disebut dan aksi telah diwujudkan. Paul R. Viotti dan Mark V. Kauppy mendefinisikannya sebagai keputusan dan perilaku yang ditempuh oleh negara-negara dalam interaksinya dengan negara lain atau dalam organisasi internasional. Politik luar negeri yang spesifik dilaksanakan oleh suatu negara sebagai inisiatif atau reaksi inisiatif yang dilakukan oleh negara lain. Kebijakan luar negeri mencakup proses dinamis dari penerapan pemaknaan kepentingan nasional yang relatif tetap terhadap faktor situasional yang sangat fluktuatif di lingkungan internasional dengan maksud untuk mengembangkan suatu cara tindakan yang diikuti oleh upaya untuk mencapai pelaksanaan diplomasi sesuai dengan panduan kebijaksanaan yang telah ditetapkan. Sedangkan, George Modelski menilai kebijakan luar negeri adalah sistem aktivitas yang dikembangkan oleh komunitas-komunitas untuk mengubah perilaku negara lain dan untuk menyesuaikan aktivitasnya dengan lingkungan internasional.
Berdasarkan pendapat Barston, Viotti dan Kauppy, dan Modelski dapat ditarik sebuah definisi bahwa kebijakan luar negeri adalah suatu keputusan politik yang dihasilkan dalam sistem politik suatu negara untuk merespon situasi internasional dalam kaitan hubungan negara itu dengan aktor internasional lain demi mencapai tujuan dan kepentingan nasional negara.
Sementara itu definisi organisasi internasional dari beberapa ahli seperti Daniel S. Cheever dan H. Field Haviland Jr ,adalah Pengaturan bentuk kerja sama internasional yang melembaga antara negara-negara, umumnya berlandaskan suatu persetujuan dasar, unutk melaksanakan fungsi-fungsi yang memberi manfaat timbal-balik yang diejawantahkan melalui pertemuan-pertemuan dan kegiatan-kegiatan staf secara berkala, sedangkan May Rudy , mengatakan  organisasi internasional adalah “Pola kerja sama yang melintasi batas-batas negara, dengan didasari struktur organisasi yang jelas dan lengkap serta diharapkan atau diproyeksikan untuk berlangsung serta melaksanakan fungsinya secara berkesinambungan dan melembaga guna mengusahakan tercapainya tujuan-tujuan yang diperlukan serta disepakati bersama, baik antara pemerintah dan pemerintah, maupun antara sesama kelompok non-pemerintah dari negara-negara yang berbeda.”
Tetapi Clive Archer, secara tegas membedakan antara peran dan fungsi organisasi internasional. Peran organisasi internasional menurutnya adalah,
a.       Instrumen (alat/sarana), yaitu untuk mencapai kesepakatan, menekan intensitas konflik, dan menyelaraskan tindakan.
b.      Arena (forum/wadah), yaitu untuk berhimpun berkonsultasi dan memprakarsai pembuatan keputusan secara bersama-sama atau perumusan perjanjian-perjanjian internasional (convention, treaty, protocol, agreement, dan lain-lain).
c.       Pelaku (aktor), bahwa organisasi internasional juga bisa merupakan aktor yang autonomous dan bertindak dalam kapasitasnya sendiri sebagai organisasi internasional dan bukan lagi sekedar pelaksanaan kepentingan anggota-anggotanya.

Selanjutnya, fungsi organisasi internasional menurut Archer, yaitu sebagai berikut:
  1. Artikulasi dan agregasi kepentingan nasional negara-negara anggota,
  2. Menghasilkan norma-norma (rejim),
  3. Rekrutmen,
  4. Sosialisasi,
  5. Pembuatan keputusan (role making),
  6. Penerapan keputusan (role application),
  7. Penilaian/penyelarasan keputusan (rule adjunction),
  8. Tempat memperoleh informasi,
  9. Operasionalisasi, misalnya pelayanan teknis, penyediaan bantuan, dan lain-lain.

Foreign policy assessment
Berdasarkan pendapat Barston, Viotti dan Kauppy, dan Modelski dapat ditarik sebuah definisi bahwa kebijakan luar negeri adalah suatu keputusan politik yang dihasilkan dalam sistem politik suatu negara untuk merespon situasi internasional dalam kaitan hubungan negara itu dengan aktor internasional lain demi mencapai tujuan dan kepentingan nasional negara.
Berdasarkan definisi tersebut politik luar negeri dapat dipahami secara sederhana sebagai suatu tindakan yang dilakukan oleh negara yang dapat berupa suatu kebijakan maupun perilaku yang merefleksikan kepentingan nasional suatu negara terhadap negara lain dalam politik internasional. Politik luar negeri ini tidak secara langsung dikeluarkan oleh suatu negara dalam setiap kondisi, melainkan politik luar negeri dikeluarkan oleh suatu negara ketika negara tersebut dalam hal-hal tertentu, seperti contoh ketika suatu negara merasa bahwa kepentingannya terancam atau dengan kata lain politik luar negeri dikeluarkan sebagai respon atas ancaman terhadap kepentingan nasional.
 Dalam mengeluarkan kebijakan luar negeri, hal ini tidak berlangsung seketika itu juga melainkan harus dirumuskan secara matang dan seksama melalui suatu tahapan yang dinamakan sebagai decision making process. Decision making process ini diperngaruhi oleh dua elemen yaitu elemen internal maupun eksternal. Yang termasuk elemen internal adalah individu, grup, birokrasi, dan sistem nasional sedangkan yang termasuk elemen eksternal adalah sistem global yang menaungi negara-negara di dunia. Pertama adalah variabel individu atau ideosinkretik. Hal ini berkaitan dengan aktor yang mengeluarkan politik luar negeri suatu negara, apakah itu seorang menteri luar negeri ataukah seorang presiden maupun perdana menteri. Menurut Coulumbis dan Wolfe, variabel ini berkaitan dengan persepsi, image dan karakteristik pribadi si decision-maker dalam merumuskan politik luar negeri. Lebih lanjut Couloumbis dan Wolfe menambahkan bahwa variabel ini cukup berpengaruh pada negara-negara yang cenderung ototriter dibandingkan dengan negara yang demokratis. Hal ini terkait dengan asumsi bahwa dalam negara yang otoriter pemegang kekuasaan tertinggi terletak di tangan penguasa (apakah itu presiden atau perdana menteri), sehingga pembuatan kebijakan sepenuhnya diserahkan kepada penguasa tadi. Berbeda dengan negara demokratis yang cenderung melibatkan elemen-elemen lain seperti perwakilan masyarakat, interest group, dll.

Kesimpulan
Politik luar negeri merupakan suatu kebijakan, sikap, dan langkah – langkah yang dilakukan oleh  suatu Negara dalam melakukan hubungan luar negerinya dengan Negara lain, baik dengan organisasi internasional, dan subjek hukum internasional lainnya, dengan tujuan untuk mencapai kepentingan Negara yang melakukan politik luar negeri tersebut. Organisasi internasional merupakan bentuk kerja sama internasional yang melembaga antara negara-negara, umumnya berlandaskan suatu persetujuan dasar, unutk melaksanakan fungsi-fungsi yang memberi manfaat timbal-balik yang diejawantahkan melalui pertemuan-pertemuan dan kegiatan-kegiatan staf secara berkala
Dan organisasi internasional dapat mempengaruhi setiap pembuatan kebijakan luar negeri di suatu negara yaitu dengan cara Sebagai instrumen dari kebijakan luar negeri negara-negara anggota, Untuk mengatur perilaku dan tindakan negara-negara anggota, Bertindak berdasar keputusannya sebagai aktor/lembaga yang mandiri (otonom).

Referensi
S. L. Roy . Diplomasi . jakarta . rajawali press : 1991
Barston. R. P. 1988. Modern Diplomacy.London and New York: Longman.

Paul R. Viotti dan Mark V. Kaupp.1999. International Theory: Realism, Pluralism, Globalism and  Beyond, Third Edition. Boston: Allyn and Bacon

Anak Agung Banyu Perwita & Yanyan Mochamad Yani. 2005. Pengantar Ilmu Hubungan Internasional. Bandung: PT Remaja Rosda Karya,



KONSEP AGREEMENT, DAN DISAGREEMENT DALAM TEORI DIPLOMASI


Pendahuluan

Tulisan ini membahas mengenai pengertian dalam lingkup diplomasi. pemahaman  negosiasi sebagai bagian penting dari diplomasi yang sangat dinamis, artinya Dapat menjelaskan dinamika negosiasi dalam upaya mencapai hasil akhir (kesepakatan atau ketidak sepakatan) Negosiasi dapat diartikan secara umum sebagai konsensual dari proses penawaran antara para pihak untuk mencapai suatu kesepakatan tetang suatu sengketa atau sesuatu hal yang berpotensi menjadi sengketa.

Pembahasan

Agreement and disagreement

Negosiasi diperlukan dalam kehidupan manusia karena sifatnya yang begitu erat dengan filosofi kehidupan manusia dimana setiap manusia memiliki sifat dasar untuk mempertahankan kepentingannya, di satu sisi, manusia lain juga memiliki kepentingan yang akan tetap dipertahankan, sehingga, terjadilah benturan kepentingan. Padahal, kedua pihak tersebut memiliki suatu tujuan yang sama, yaitu memenuhi kepentingan dan kebutuhannya. Apabila terjadi benturan kepentingan terhadap suatu hal, maka timbul lah suatu sengketa. Dalam penyelesaian sengketa dikenal berbagai macam cara, salah satunya negosiasi. Secara umum, tujuan dilakukannya negosiasi adalah mendapatkan atau memenuhi kepentingan kita yang telah direncanakan sebelumnya dimana hal yang diinginkan tersebut disediakan atau dimiliki oleh orang lain sehingga kita memerlukan negosiasi untuk mendapatkan yang diinginkan.
Negosiasi muncul karena manusia mempunyai kebutuhan-kebutuhan dalam hidupnya. Negosiasi merupakan cara untuk memperoleh kebutuhan itu, dan dalam negosiasi, para pihak yang mampu bertahan adalah mereka yang mampu menyesuaikan diri terhadap perbedaan kepentingan – yang mungkin juga saling bertentangan. Menurut kamus Oxford, negosiasi adalah suatu cara untuk mencapai suatu kesepakatan melalui diskusi formal.
Suatu negosiasi akan bermuara pada kesepakatan. Dalam negosiasi manapun tidak ada pihak yang mau kalah – semua pihak ingin menang. Karena semua pihak ingin untung, maka prinsip “win-win solution” harus menjadi fokus utama dalam sebuah negosiasi. Negoisator  tentu tidak hadir di meja negosiasi untuk kalah, seperti juga lawan negosiasi. Kesepakatan negosiasi harus mampu memenuhi kebutuhan semua pihak. Dasar untuk mencapai kesepakatan adalah semua pihak harus untung – sehingga semua pihak “merasa menang”.
Perunding yang baik harus membangun kerangka dasar yang penting tentang negosiasi yang akan dilakukan, agar berhasil menjalankan tugasnya tersebut. Negosiasi adalah cara untuk menetapkan keputusan yang dapat disepakati dan diterima beberapa pihak dan menyetujui bagaimana tindakan yang akan dilakukan. Biasanya menyangkut hal-hal dimasa depan atau sesuatu yang belum terjadi dan diinginkan. Ujung dari negosiasi adalah poin kesepakatan yang diambil kedua belah pihak.
Kesepakatan merupakan babak akhir proses negosiasi, dan para pihak tidak akan pernah bisa mencapainya jika sejak awal tidak memiliki niat baik. Ketika tercapai kesepakatan biasanya kedua belah pihak melakukan jabat tangan sebagai tanda bahwa kesepakatan (deal of agreement) telah dicapai dan kedua belah pihak memiliki komitmen untuk melaksanakannya. Yang perlu anda ketahui dalam negosiasi tidak akan pernah tercapai kesepakatan kalau sejak awal masing masing atau salah satu pihak tidak memiliki niat untuk mencapai kesepakatan. Sebenarnya soal niat baik ini sulit diukur, tapi karena menangguk untung sebesar-besarnya merupakan sifat dasar manusia, maka ketiadaan niat baik berpotensi menjebloskan para pihak kedalam sikap mau menang sendiri. Sifat mau menang sendiri ini dapat menutup mata pihak yang satu dalam memahami kepentingan pihak yang lain, demikian sebaliknya.
Contohnya, Dalam perundingan Camp David antara Mesir dan Israel, kedua belah pihak bersikeras tak ingin memberikan konsesi teritorial terhadap semenanjung Sinai. Mesir dan Israel menginginkan kekuasaan di wilayah itu. Setelah melakukan negosiasi berhari-hari, para mediator perundingan menemukan bahwa meskipun keduanya memiliki keinginan yang sama untuk menguasai semenanjung Sinai, tapi Mesir dan Israel memiliki kebutuhan yg berbeda. Mesir menginginkan semenanjung Sinai karena kebutuhan akan kedaulatan, sedangkan Israel menginginkan Sinai karena kebutuhan jaminan keamanan. Kepekaan mengidentifikasi perbedaan kebutuhan itu akhirnya menghasilkan kesepakatan untuk menciptakan zona demiliterisasi yang berada di bawah naungan Mesir. Kedua negara itu puas karena kesepakatan mereka telah memenuhi kebutuhan kedua belah pihak. Kesepakatan secara “win-win solution” hanya dapat dicapai dengan cara memuaskan kebutuhan semua pihak. Sebuah “keinginan” merujuk pada suatu posisi yang diekspresikan oleh masing-masing pihak, sedangkan “kebutuhan” merujuk kepada kepentingan mendasar para pihak – dan dalam negosiasi kita dapat mengkompromikan keinginan tapi tak bisa mengorbankan kebutuhan (negosiator.com).

Negosiasi tidak selalau berakhir dengan kesepakatan. Kedua belah pihak mungkin saja sepakat untuk tidak sepakat. Yang penting, negosiasi melibatkan persuasi untuk mencapai suatu maksud kompromi yang konstruktif. Melalui persuasi, negoisator mendorong dan berusaha untuk meyakinkan pihak lain untuk menerima hal-hal yang ingin mereka terima. Kompromi yang konstruktif artinya menyesuaikan posisi negosiator sebagai tanggapan atas kurangnya keinginan pihak lain untuk menerima proposal atau usulannya. Kompromi ini adalah kebalikan dari perundingan posisional, dimana salah satu pihak dengan kerasnya mempertahankan suatu rangkaian posisi dan menolak untuk berkompromi atau menyesuaikan disi sebagai tanggapan atas suatu argumentasi atau ajakan yang persuasif.
Disisi lain J.G.Merrills menyatakan bahwa salah satu penyebab munculnya sengketa antar negara adalah karena adanya ketidaksepakatan para pihak mengenai fakta. Untuk menyelesaikan sengketa ini, akan bergantung pada penguraian fakta-fakta para pihak yang tidak disepakati. Untuk menyelesaikan sengketa tersebut, para pihak kemudian membentuk sebuah badan yang bertugas untuk menyelidiki fakta-fakta yang terjadi di lapangan. Fakta-fakta yang ditemukan ini kemudian dilaporakan kepada para pihak, sehingga para pihak dapat menyelesaikan sengketa diantara mereka.
Untuk menghindari dan menjawab kata “tidak” dari pihak lawan, ikuti empat langkah berikut :
  1. Gunakan Metode Socrates. Asumsikan bahwa jawaban “tidak” itu dengan maksud “belum saatnya”, terutama untuk negosiasi awal. Dengan asumsi ini, maka Anda harus berfikir tidak ada kata “ditolak” dalam setiap ide yang bakal Anda sampaikan. Konsep ini mungkin seperti anak kecil yang sering meminta sesuatu ke Anda yang pasti anda tidak bisa menerima kata-kata “tidak”. Nah bila Anda bisa memenangkan negosiasi, Anda bakalan menjadi negosiator ulung.

  1. Gunakan Berbagai Perspektif. Orang memang akan mengeluarkan kata-kata “tidak” bila dirasa keinginannya tidak terpenuhi. Nah dari kalimat inilan Anda mungkin bisa menggali makna itu. Jadi, kenalkan lebih dulu ide Anda sebaik mungkin, termasuk bagaimana cemerlangnya ide-ide itu serta apa hasilnya bila diterapkan. Anda juga bisa mengungkapkannya dengan banyak cara, mulai presentasi yang cermat, serta mengambil hasil-hasil empirik dari ide-ide cemerlang itu. Yang pasti, jadikanlah kata-kata“tidak” tadi menjadi “iya”.

  1. Pecahkan Masalah Bersamasama. Sekali mereka Anda ada tandatanda tertarik, jangan siasiakan kesempatan itu. Ajaklah terus secara bersamasama memecahkan persoalan tadi, bahkan kalau perlu jangan segansegan mencari solusi terbaik tentang kemungkinan diterimanya ideide itu. Dengan melakukan kerja sama serius, kemungkinan ide itu akan diterima menjadi sangat besar.

  1. Kepung Lawan dengan Data Dan Fakta Akurat. Bila Anda sudah berusaha dengan semaksimal mungkin tetapi tetap jawabannya “tidak”, maka ada baiknya Anda memberikan ideide alternatif, yang barangkali lebih pas dan cocok. Cara seperti ini, bukan berarti Anda gagal dalam menyampaikan ide-ide tadi. Tapi, semua itu sudah membuktikan bawa Anda ternyata tidak hanya terpaku dalam satu konsep saja. Dengan memberikan alternatif, bisa saja diakomodasikan beberapa ide baru yang masuk. Jadi, tidak ada istilah ide ditolak, yang penting negosiasi dulu.

Simpulan 

Suatu negosiasi akan bermuara pada kesepakatan. Dalam negosiasi manapun tidak ada pihak yang mau kalah – semua pihak ingin menang. Karena semua pihak ingin untung, maka prinsip “win-win solution” harus menjadi fokus utama dalam sebuah negosiasi. Kesepakatan merupakan babak akhir proses negosiasi, dan para pihak tidak akan pernah bisa mencapainya jika sejak awal tidak memiliki niat baik. Ketika tercapai kesepakatan biasanya kedua belah pihak melakukan jabat tangan sebagai tanda bahwa kesepakatan (deal of agreement) telah dicapai dan kedua belah pihak memiliki komitmen untuk melaksanakannya. Negosiasi tidak selalau berakhir dengan kesepakatan. Kedua belah pihak mungkin saja sepakat untuk tidak sepakat. Yang penting, negosiasi melibatkan persuasi untuk mencapai suatu maksud kompromi yang konstruktif. Melalui persuasi, negosiator akan mendorong dan berusaha untuk meyakinkan pihak lain untuk menerima hal-hal yang ingin mereka terima.

Referensi

Herb Cohen, 1986, Negosiasi, Jakarta, Pantja Simpati.

Hariwijaya, 2010, Strategi Lobi dan Negosiasi, Yogyakarta, Oriza