Selasa, 02 Oktober 2012

My opinion 'bout The Small Five States

Tulisan ini merupakan tugas essay saya dalam mata kuliah teori hubungan internasional untuk memenuhi nilai ujian akhir semester dan essay ini dibuat berdasarkan pertanyaan-pertanyaan yang telah diberikan. dan ketentuan untuk membuat essay ini, kami (mahasiswa) harus menjelaskan fenomena ini dalam dua sudut pandang berbeda.

TOPIK A
Mulai tahun 2005 muncul kelompok yang dikenal dengan S5 yaitu the Small Five yang terdiri dari kelompok negara-negara kecil  untuk membuat pertemuan informal dengan tujuan sebagai penyeimbang 5 negara anggota tetap yang dikenal dengan (Permanent Five-P5) di dewan keamanan PBB . Negara-negara the small five ini berencana untuk mengkonfrontasi 5 kekuatan Negara pemegang hak veto di dewan keamanan PBB itu untuk mengurangi kewenangannya.

Negara-negara small five mengsulkan agar diadakannya voting kepada Majelis Umum supaya Negara dengan julukan super power itu bisa lebih bijak lagi dalam menggunakan hak vetonya kepada tindakan yang sangat mengancam kemaslahatan masyarakat banyak diantaranya: genosida dan kejahatan perang. Negara-negara yang tergabung dalam S5 ini juga meminta agar kelima Negara dengan pemegang hak veto di dewan keamanan, apabila mereka mengabaikan putusan dari Majelis umum untuk tetap mengeluarkan vetonya, maka Negara tersebut wajib memberikan alasan-alasan yang mendasari diputuskannya veto tersebut.
Pengaruh status quo yang dimiliki oleh Negara-negara super power tersebut sangat terlihat jelas baik dalam pengambilan keputusan oleh Majelis Umum yang pada akhirnya membentuk satu kebijakan, yang lebih menguntungkan beberapa kelompok saja, hal ini tentu sangat merugikan bagi seluruh Negara anggota yang ada di dalam PBB, ditambah lagi dengan hak veto yang mereka punyai  menimbulkan perasaan envy dari Negara anggota lainnya, sehingga muncul kelompok Negara-negara yang ingin adanya reformasi dari piagam PBB dalam hal ini adalah S5. Meskipun Piagam PBB menyebutkan bahwa Negara yang menang Perang Dunia II bertanggung jawab atas keamanan internasional setidaknya dengan munculnya protes dari S5 tersebut dapat menekan perilaku P5 untuk merubah pola piker dari Negara P5 dalam vetonya.
Jika dipandang dari sudut konstruktivis, harusnya piagam PBB yang cenderung melalaikan hal tersebut itu direkonstruksi, bahwa hak veto yang hanya menguntungkan P5 tidak mesti di benarkan begitu saja, karena dengan kondisi system dunia yang sudah mengglobal kekuatan untuk mendominasi itu tidak hanya terpusat oleh satu kekuatan saja. Konstruktivis juga beranggapan bahwa ketika ada kekuatan yang dominan muncul dengan terpusat maka akan ada Negara atau kelompok yang muncul dengan kekuatan baru untuk menyaingi kekuatan yang dominan tersebut.

Dalam teori konstruktivis juga dibicarakan mengenai Norm-Enterprenuer yakni orang yang berusaha untuk mengubah konstruksi pemikiran orang lain. S5 selaku norm-enterprenuer yakin bahwa suaranya akan didukung oleh 100 negara anggota PBB. Mazhab Frankfurt mungkin bisa menjembatani saya dalam menuliskan analisa saya untuk mengaitkan kasus ini dengan paradigm konstruktivis yang mana mazhab frankfut itu menegaskan ketika perasaan kecewa telah mendominasi maka akan muncul sumber-sumber perlawanan lain dan gerakan-gerakan perubahan lainnya.
S5 sebagai Norm-Enterprenuer sebenarnya juga sudah berusaha mengubah pemikiran anggota PBB lewat kampanyenya bahwa mereka sebagai anggota PBB juga punyai peran untuk memberikan masukan kepada 15 negara yang ada dalam DK PBB dan isi kampanyenya diperkuat juga berdasarkan pasal 10 dalam piagam PBB yang membolehkan anggota majelis umum untuk memeberikan rekomendasi kepada DK PBB. Dalam pemikiran konstruktivis S5 juga tidak ingin membenarkan begitu saja nilai yang sudah terbentuk dan melekat di badan PBB oleh pemikiran yang ada sebelumnya.
Jumlah kata: 518

TOPIK B
Sebagai Negara yang memenangkan Perang Dunia II yaitu Perancis, Rusia, China, Amerika Serikat, Inggris mereka mendapatkan hak istimewa di DK PBB sesuai isi piagam PBB bertanggung jawab atas keamanan serta ancaman internasional. Negara P5 yang memenagkan perang tersebut juga mempunyai hak veto yang menurut mereka veto ialah sebagai instrument untuk menghilangkan adanya campur tangan oleh kelompok mayoritas terhadap kawasan pengaruh mereka.

Negara P5 tidak ingin untuk dilakukannya revolusi terhadap isi dari piagam PBB, perluasan keanggotaan di Dewan Keamanan PBB hingga penggunaan hak veto oleh Negara-negara P5 yang merupakan anggota tetap DK PBB. Dibalik isi piagam PBB Negara P5 merasa di sah-kan saja penggunaan veto yang hanya menguntungkan sekelompok mereka. Jika perluasan anggota DK PBB itu jadi dilaksanakan dan pergeseran arti dari “Hak Veto = Mutlak” yang di tuntut S5 itu untuk tidak selamanya seperti itu lagi, tentunya akan membuat Negara-negara super power itu kehilangan pengaruhnya sebagai Negara hegemon dunia untuk memperjuangkan hal-hal yang menjadi kepentingan nasional mereka hal ini tentu realistis sekali karena Negara itu dimotivasi oleh kepentingan nasional sehingga mereka mengarahkan kebijakan luar negerinya untuk meraih kepentingan nasional

Dalam konsep struggle for power yang ada dalam pemikiran realis, Negara P5 sangat menolak untuk menerima masukan dari S5 yang ingin adanya perluasan anggota DK PBB dan reformasi dari isi piagam  PBB tersebut, karena mereka tidak bisa brebuat apa saja yang menguntungkan negaranya lagi. Kita ketahui bahwa Negara S5 adalah Negara dengan kekuatan ekonomi baru, jika perluasan tersebut terealisasi besar kemungkinan konsep dalam system politik internasional yang multi polar itu benar-benar terwujud, hal ini yang tidak diinginkan P5 di tengah kondisi system internasional yang anarkis menuntut negara untuk survive, suatu Negara harus bisa membantu dirinya sendiri (self help) dengan pilihan-pilihan yang rasional menurut Negara karena Negara itu bertingkah layaknya manusia yang selfish (mementingkan diri sendiri). 
Mazhab yang menguatkan pendapat saya dalam membuat tulisan ini ialah pendapat yang dikemukakan oleh
Nicholo Machiavelli:
“negarawan yang akan menjamin para negarawan akan tetap berkuasa dan mampu mencapai tujuan-tujuan mereka. Machiavelli mengusulkan serangkaian paduan yang dapat memaksimalkan kekuasaan para negarawan. Nasihatnya mencakup instruksi bahwa janji-janji harus dilanggar jika terdapat keuntungan dari tindakan tersebut”. Dari perkataan yang dilontarkan oleh Machiavelli berkenaan dengan kekuasaan P5 hal yang sebenarnya dapat menekan kekuasan mereka bisa mereka abaikan begitu saja dengan dalih hak veto untuk melindungi keamanan internasional, karenaa dengan begitu mereka memperoleh keuntungan yang besar bagi Negara mereka. institusi seperti PBB sebenarnya hanyalah kedok bagi P5 untuk tetap melanggengkan pengaruhnya diseluruh dunia.

Terbukti dengan adanya veto, China dan Rusia melindungi Negara sahabat mereka seperti Myanmar juga Zimbabwe padahal Negara tesebut telah melakukan pelanggaran terhadap HAM di Negara tersebut, tak hanya sampai disitu Rusia dan China juga sudah mengeluarkan veto mereka sebanyak dua kali terkait dengan permintaan Liga Arab untuk menghentikan kekerasan yang ada di Suriah dan memaksa turun Bashar al-Assad sebagai pemimpin di Negara tesebut dengan dalih kekuatan diplomasi yang dipunyai Rusia mampu menekan tingkat kekerasan di Suriah.

Dalam pandangan realis pertolongan seperti yang dilakukan Rusia dalam gejolak yang ada di Suriah itu semata-mata hanya berupa kedok untuk memuluskan kepentingannya yang lain dengan memaksa turun kepala negaranya. Sebenarnya dalam dunia internasional tidak dibenarkan untuk adanya intervensi, namun dengan berbagai alasan yang bisa mendukung tindakan Negara P5 itu bisa diterima begitu saja. Rusia juga adalah Negara yang sangat mengkritik atas inisiatif kelompok the Small Five ini dan menganggap S5 telah menghina Moskow.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar