Selasa, 02 Oktober 2012

KERJASAMA INDONESIA-JEPANG DALAM KACAMATA STRUKTURALISME

“Kerjasama Indonesia-Jepang (Interdependensi) dibidang industri dalam kacamata strukturalisme”

Latar belakang
Jepang adalah negara yang minim sumber daya alam seperti energi, tetapi dengan kekuatan ekonomi dan didukung oleh ketangguhan manusianya, dan dengan penguasaan teknologi, Jepang dapat memposisikan diri sebagai negara maju.Sementara, Indonesia adalah negara kaya sumber daya alam, tetapi masih belum mampu mengelolanya dengan teknologi dan tekad yang sebaik yang dimiliki Jepang. Hubungan persahabatan Indonesia - Jepang yang sudah berjalan selama 50 tahun ini, bisa saling menguatkan, saling menguntungkan, dan diharapkan akan mendorong kesejahteraan kedua belah pihak. Bagi Indonesia, persahabatan ini diharapkan dapat memacu percepatan pembangunan bangsa.

Hubungan persahabatan Indonesia – Jepang memasuki usia ke 50 pada tahun 2008. Dalam hubungan yang panjang tersebut banyak kemajuan yang telah dicapai dalam berbagai bidang oleh kedua negara terutama di bidang ekonomi, perdagangan, industri dan teknologi. Sebagai salah satu negara industri dan manufaktur yang maju, Jepang sangat terkenal dengan sistem perindustrian yang berkesinambungan dan saling menunjang dari hulu sampai ke hilir, seperti industri kimia dan industri baja, yang menunjang keberadaan industri kendaraan bermotor, industri elektronika, industri tekstil, industri permesinan (untuk pertanian, perikanan), dan lain sebagainya. Sebagai salah satu strategi penguasaan pasar, Jepang sudah lama melebarkan sayap industrinya berupa investasi ke luar negeri.Salah salah satu negara yang dipilih adalah Indonesia. Ada beberapa pertimbangan mengapa Indonesia terpilih sebagai mitra investasi dan industri, yaitu karena upah tenaga kerja yang murah, adanya dukungan politik dari pemerintahan yang berkuasa, daya serap pasar yang besar dengan potensi ekonomi Indonesia dan negara sekitarnya, juga tersedianya energi sebagai penggerak mesin-mesin industri tersebut.

Badan Kerjasama Internasional Jepang atau yang lebih sering dikenal sebagai JICA (Japan Internasional Cooperation Agency) adalah sebuah lembaga yang didirikan pemerintah Jepang untuk membantu pembangunan negara-negara berkembang. Lembaga ini berada di bawah kekuasan Departemen Luar Negeri dan didirikan pada Agustus 1974. Lembaga ini juga dimaksudkan untuk meningkatkan kerja sama internasional antara Jepang dengan negara-negara lain. Pada 1 Oktober 2003 lembaga ini dijadikan sebuah institusi administrasi yang mandiri.

JICA menolong pengembangan pemerintah dengan memberikan bantuan teknis dan dana yang tidak mengikat. Tujuan JICA adalah membangun daya manusia di negara berkembang atau memperkuat organisasi-organisasi, membantu dalam kebijaksanaan pembangunan negara berkembang, dan melakukan penelitian untuk rencana dasar atau kemungkinan pelaksanaan operasi pembanganan.Selain itu, lembaga itu terkenal karena mereka mengirim orang muda atau tua kepada negara berkembang sebagai “Korps pertolongan”. Korps Pertolongan Darurat Internasional yang dikirim luar negeri ketika bencana alami terjadi pada luar negeri itu juga terkenal di dalam Jepang.

Dalam perdagangan internasional, Jepang merupakan negara mitra dagang terbesar dalam hal ekspor-impor Indonesia. Pada periode 2006-2010, ekspor Indonesia memiliki tren yang meningkat, sementara impor Indonesia dari Jepang juga meningkat di tingkat yang lebih tinggi. Neraca perdagangan Indonesia-Jepang juga terus mengalami surplus walaupun trennya cenderung menurun akibat peningkatan impor lebih besar dari peningkatan ekspor. Komoditas yang diperdagangkan antara kedua negara juga beragam, sesuai dengan keunggulan komparatif dan daya saing kedua negara. Jepang mengimpor komoditas, seperti minyak bumi, gas alam cair, batubara, hasil tambang, udang, pulp, tekstil dan produk tekstil, mesin, perlengkapan listrik, dan lain-lain. Sedangkan, Indonesia sendiri mengimpor mesin-mesin dan suku cadang (spare parts), produk plastik dan kimia, baja, perlengkapan listrik, suku cadang elektronik, mesin alat transportasi, dan suku cadang mobil.

Tinjauan teoritis
Dalam perspektif kali ini yaitu strukturalis lebih menekankan pada perekonomian global yang sifatnya konfliktual, ketergantungan, daripada system Negara yang anarki ataupun hubungan complex-interdependence. Menurut strukturalis hal yang memicu untuk terjadinya konflik itu itu ialah kapitalisme, yang dimana kapitalisme itu adalah tatanan social dan ekonomi. Strukturalis dikenal juga dengan Neo-Marxis, Marxisme Struktural, Marxisme Ilmiah yang merupakan suatu ajaran yang percaya akan struktur system internasional sangat ditentukan oleh tingkah laku individu antar Negara dan ditujukan sebagai batasan atas pembuatan keputusan sebelum diputuskan oleh pemerintahan suatu Negara. Pandangan strukturalis tentunya sangat kontras dengan pandangan liberalism yang mengatakan bahwa dengan kerjasama Negara dan menciptakan ketergantungan itu banyak diuntungkan. Strukturalis justru hadir dengan mengkritik pandangan liberalis yang demikian, strukturalis lebih memandang bahwa kerjasama dan ketergantungan itu hanya akan merugikan Negara dunia ketiga.

Banyak poin-poin yang dibahas dalam strukturalis, jika dikaitkan dengan judul saya diatas ada beberapa poin-poin yang ada dalam hal kerjasama Indonesia-Jepang (Interdependensi) dibidang industry ialah yang ada didalam perspektif strukturalis yaitu, third world, division of labour, dan capitalism.
Kerjasama internasional diwujudkan dalam suatu perjanjian atau kesepakatan dengan tujuan dapat merangkum masing-masing kepentingan aktor internasional. Kerjasama internasional merupakan suatu perwujudan kondisi masyarakat yang saling tergantung satu dengan yang lain. Dalam melakukan kerjasama ini dibutuhkan suatu wadah yang dapat memperlancar kegiatan kerjasama tersebut.  Dalam kerjasama antara Indonesia dan jepang itu diwadahi dalam satu organisasi yang didirikan jepang yaitu JICA, yang mana tugas dari JICA ini ialah untuk membantu negra-negara dunia ketiga(Negara berkembang) untuk meningkatkan perekonomian khususnya. Dalam perspektif strukturalis, kerjasama Indonesia dalam bidang industrii dengan Jepang yang diwadahi dalam keorganisasian JICA lebih banyak merugikan Indonesia, karena adanya pengeksploitasian “si miskin oleh si kaya”. Jepang yang menguasai teknologi dan tenaga ahli membaca kelemahan Indonesia diberbagai sector diantaranya, kurangnya SDM yang memadai, lemahnya teknologi,kurangnya lapangan kerja bagi penduduk Indonesia yang sangat padat penduduknya. Disini jepang masuk untuk memberikan bantuan kepada Negara-negara core states hal ini dikarenakan system yang pada dasarnya tidak adil berdasarkan struktur dan ditandai dengan kesenjangan.

Argument diatas yang menyatakan bahwa adanya pengekploitasian “si miskin oleh si kaya” oleh jepang terhadap Indonesia diperkuat dengan Teori angsa terbang yang dilancarkan jepang wilayah regionalnya. Yang dimaksud dengan teori angsa terbang disini ialah dengan menganalogikan “kebiasaan” angsa di negara empat musim. Dimana, pada musim gugur segerombolan angsa akan terbang ke arah selatan untuk menghindari musim dingin dengan formasi berbentuk huruf "V" dengan satu peminpin di depannya. Teori ini menggambarkan bahwa perkembangan perekonomian kawasan Asia Pasifik layaknya seperti kawanan angsa dengan Jepang sebagaileadernya. Sedangkan, angsa-angsa lain seperti; China, Korsel, Taiwan, dan negara-negara Asia Tenggara berfungsi penyedia tempat bagi industri padat karya Jepang yang sangat tergantung pada teknologi Jepang.

Kawasan Asia Tenggara berada pada posisi yang paling belakang dari formasi ini, namun demikian setiap angsa akan mengepakkan sayapnya guna memberikan "daya dukung". Dengan kata lain, angsa yang terbang di belakangnya tidak perlu bersusah-payah untuk menembus 'dinding udara' yang ada di depannya.
 Dari pemaparan mengenai teori angsa terbang itu, bagaimanapun Jepang ingin membantu Indonesia atau kawasan asia tenggara sebagai dunia ketiga itu sendiri jelas terlihat bahwa, jepang akan selalu berada didepan dengan menciptakan ketergantungan yang besar dan ini dianggap merugikan oleh perspektif strukturalis karena posisi Indonesia tidak akan pernah berada didepan untuk memimpin barisan, karena meski perusahaan jepang begitu merajalela di Indonesia, tetapi tetap mereka tidak ingin menempatkan tenaga-tenaga ahli Indonesia untuk menduduki posisi penting dalam perusahaan mereka, tenaga ahli Indonesia yang bekerja di perusahaan jepang baik yang berada di Indonesia maupun dijepang tetap digaji sesuai standar gaji Indonesia meskipun besar, tetapi tidak sebesar gaji tenaga ahli jepang yang dipakai di Indonesia harus digaji sesuai tenaga ahli kelas satu. Hingga menyebabkan hubungan dagang tidak simetris, karena keuntungan lebih banyak dinikmati oleh Negara-negara maju.

Daftar Pusataka
Mohtar Mas’oed, 1997, Sistem Moneter Internasional, Bahan Kuliah Ekonomi-Politik Internasional Ilmu Hubungan Internasional FISIPOL Universitas Gadjah Mada

Tidak ada komentar:

Posting Komentar